Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020

Oleh: Yoseph Aurelius Lado

Covid-19 dan Ancaman Kerawanan Pilkada 2020
Aktivis PMKRI dan SKPP Bawaslu Kota Administrasi Jakarta Pusat, Yoseph Aurelius Lado. Foto: Dokpri

Kecurangan pemilu merujuk pada Lopez-Pintoz (2019) yaitu “setiap tindakan yang diambil untuk mengutak-atik pemilu dan materi yang terkait dengan pemilu untuk mempengaruhi hasil pemilihan, yang dapat mengganggu atau menggagalkan kehendak para pemilih”. Makin banyak kecurangan makin tinggi tingkat kerawanan yang akan meruntuhkan integritas pemilu. Kerawanan adalah segala hal yang menimbulkan gangguan atau potensi menghambat proses pemilu atau pemilihan.

Integritas pemilu yang runtuh berarti runtuh pula legitimasi dan kredibilitas pemerintah yang dihasilkan melalui penyelenggara pemilu yang LUBER dan JUDIL. Penulis menilai beberapa indikator Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Pilkada 2020 di antaranya, otoritas penyelenggara pemilu, kampanye, relasi kuasa di tingkat lokal, dan partisipasi.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia mengusulkan tiga alternatif. Pertama, Pilkada dilangsungkan pada Sebtember 2020, kedua tetap dilaksanakan pada Desember 2020, dan ketiga pada Maret 2021.

Akhirnya, presiden melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 memilih Desember 2020 sebagai waktu pelaksanaan Pilkada serentak. Menariknya, dalam Perppu tersebut ada peluang perubahan waktu bila krisis nonalam (Covid-19) belum tuntas diatasi, pasal 120 ayat (1).

Selanjutnya pada Rabu, 27 Mei 2020, Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menegaskan bahwa Pilkada dilakukan pada 9 Desember 2020 dan tahapan Pilkada akan dimulai pada 15 Juni 2020. Artinya pertengahan bulan ini sudah dimulai tahapan Pilkada.

Dari sisi keamanan ini rawan mengingat sampai hari ini kurva peningkatan Covid-19 masih tinggi. Salah satu kesimpulan hasil RDP antara KPU, DPR dan Pemerintah adalah meminta KPU dan Bawaslu mengajukan anggaran tambahan kepada pemerintah daerah untuk dapat menyelenggarakan Pilkada, namun dominan kepala daerah yang ditanyakan menyatakan bahwa tidak mampu. Biasanya perubahan APBD baru akan dibahas pada bulan Agustus. Tidak mudah otoritas penyelenggara pemilu/pemilihan menyiapkan teknis Pilkada dalam tempo yang singkat ini.

Waktu juga dibutuhkan untuk melakukan bimbingan teknis (bimtek) penyelenggaraan Pilkada dengan protocol Covid-19 serta sosialisasi kepada masyarakat, seperti ditahap proses pencocokan dan penelitian (coklit) untuk pemutakhiran daftar pemilih dan juga verifikasi dukungan bakal calon perseorangan.

Walaupun zaman sudah digital tetap saja berdasarkan UU dan PKPU coklit artinya harus face to face antara penyelenggara dengan seluruh pemilih. Hingga hari ini korban covid-19 justru bertambah, penyelenggara maupun masyarakat di daerah belum tentu mau mengikuti tahapan ini secara tatap muka.

Ada beberapa indikator Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) pada Pilkada 2020 di antaranya, otoritas penyelenggara pemilu, kampanye, relasi kuasa di tingkat lokal, dan partisipasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News