"Dagangan Pengungsi" Ala Ban Ki-moon dan Recep Tayyip Erdogan

Kartu Truf Turki Menuju Uni Eropa

"Dagangan Pengungsi" Ala Ban Ki-moon dan Recep Tayyip Erdogan
Sekjen PBB Ban Ki-moon (kanan) dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan (kiri) dalam ajang World Humanitarian Summit (WHS) di Hotel Hilton Istanbul, Turki. FOTO: AFP

Belakangan dunia makin lekat dengan konflik senjata. Parahnya, 70 persen korbannya warga sipil dan 90 persen konfik itu berkecamuk di wilayah sipil. 

Turunan masalah tersebut mengalir hingga Eropa dan Amerika. Bukan cuma di meja perundingan dan gudang bantuan logistik. Tetapi juga menghadirkan masalah baru: manusia perahu, pengungsi, dan pencari suaka.

Hingga pertengahan 2016, sebanyak 60 juta orang terusir dari tempat tinggal masing-masing. Mereka yang kehilangan tempat tinggal mencapai 38 juta orang, yang mengungsi 20 juta orang, dan yang sedang mencari suaka 2 juta orang.

Negara-negara Eropa paling dibuat repot dengan krisis itu. Puluhan juta orang sudah masuk ke Eropa dan jutaan lagi antre masuk. Soal-soal mudah hingga pelik silih berganti muncul. Tanpa kepastian. Timbangan antara kemanusiaan, keamanan, keselamatan, masa depan, hingga masalah yang bernuansa suku, agama, ras, dan hak bekerja belum mendapat solusi permanen.

Turki punya "kartu kunci" untuk urusan itu. Lebih dari 10 juta pengungsi kini sedang berada di Turki. Eropa sedang berharap kebaikan dan ketegasan Turki: agar tidak membuka pintu perbatasan. Sekali longgar saja, jutaan pengungsi itu akan mengalir ke Eropa. Masalah baru, pelik, dan berkepanjangan.

Tragedi tak berakhir di situ. Konflik selalu melindas mereka yang lemah: perempuan dan anak-anak. Di area konflik, 70 persen korban adalah perempuan dan anak-anak. Hanya 43 persen perempuan di daerah konflik yang punya akses ke pelayanan kesehatan reproduksi. Yang menyedihkan, hanya 0,5 persen donatur yang meluncurkan bantuan berbasis gender.

Daftar ancaman bagi kemanusiaan kian panjang: bencana alam. Sulit diperkirakan. Melibas negara damai atau sedang berperang. Pada periode 2008-2014, sebanyak 184 juta orang tercerabut dari tempat tinggalnya karena bencana alam. 

Dalam catatan PBB, tiap detik satu orang menjadi korban bencana. Kini 20 persen penduduk dunia tinggal di kawasan rawan bencana. Juga, 125 juta orang berisiko bermasalah dalam pendidikan dan kesehatan, sulit memiliki rumah yang layak, serta hidup tanpa masa depan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News