Dampak Fatwa MUI Soal Mata Uang Kripto Terhadap Kalangan Investor Muslim di Indonesia

Dampak Fatwa MUI Soal Mata Uang Kripto Terhadap Kalangan Investor Muslim di Indonesia
Para pelaku pasar kripto di Indonesia berharap nantinya akan ada panduan mata uang kripto yang sesuai syariat Islam, seperti halnya bank Syariah. ()

Dalam forum Ijtima Ulama Indonesia yang digelar pekan lalu telah diputuskan jika penggunaan kripto atau 'cryptocurrency' sebagai mata uang adalah haram.

Disebutkan diantara alasan Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah karena mengandung elemen 'gharar' atau ketidakpastian dalam transaksi, 'dharar' atau transaksi bisa menimbulkan kerugian, 'qimar' atau akad yang tidak jelas, serta bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011.

Mata uang digital dianggap sebagai aset yang tidak berwujud nyata dan nilainya yang sangat fluktuasi, karenanya melanggar syariat Islam soal transaksi perdagangan.

Namun kripto sebagai komoditi atau aset, asalkan memenuhi syarat sebagai 'sil'ah' dan memiliki 'underlying' serta manfaat yang jelas, maka sah diperjualbelikan, demikian penjelasan Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh.

Ini bukan pertamanya kalinya fatwa haram soal mata uang kripto dikeluarkan.

Pada bulan Oktober Nahdlatul Ulama cabang Jawa Timur juga mengeluarkan fatwa yang sama dari hasil pertemuan 'bahtsul masail' yang melibatkan pakar hukum Islam dan pakar kripto.

Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Ahmad Fahrur Rozi kepada ABC Indonesia mengatakan perdagangan kripto cenderung mengandung praktik penipuan dan perjudian.

"Seperti tidak boleh seseorang membeli barang yang tidak jelas, seperti beli ikan di laut atau burung di langit," kata Gus Fahrur.

Saat ini jumlah investor 'cryptocurrency' di Indonesia sudah melebih investor pasar saham

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News