Dampak Kenaikan Tarif Listrik Lebih Terasa Pasca Lebaran

Dampak Kenaikan Tarif Listrik Lebih Terasa Pasca Lebaran
Dampak Kenaikan Tarif Listrik Lebih Terasa Pasca Lebaran

jpnn.com - JAKARTA - Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang mulai berlaku untuk konsumen rumah tangga dengan daya mulai 1.300 volt ampere (VA) mulai Juli diyakini akan memicu kenaikan inflasi.

Ditambah lagi pada saat yang sama terjadi kenaikan tarif tahap kedua untuk industri golongan satu sampai tiga pengguna daya di atas 200 ribu watt bagi perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pelanggan golongan satu sampai empat atau pelanggan industri dengan daya mulai 30 ribu watt.
    
Ekonom, Lana Soelistianingsih, mengatakan melihat dari perkembangan pada Mei pasca kenaikan pertama atas TTL untuk dua golongan industri dampaknya terhadap inflasi tidak begitu tinggi. Pada Mei 2014 berdasarkan data Bank Indonesia (BI) hanya terjadi kenaikan inflasi 0,07 persen menjadi 7,32 persen dibandingkan 7,25 persen pada April 2014.
    
"Saat itu inflasi tertolong harga bahan makanan yang mengalami deflasi. Tetapi kondisinya sekarang berbeda karena memasuki bulan Ramadhan dan kecenderungan menghadapi hari raya Lebaran itu bahan makanan terjadi kenaikan harga. Ditambah lagi ada kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga," ungkapnya kepada Jawa Pos, kemarin.
    
Secara ril Lana meyakini pada Juli 2014 akan terjadi kenaikan angka inflasi. Terlebih karakteristik konsumen pada musim Ramadhan sampai Lebaran adalah meningkatkan daya beli sehingga tidak akan terlalu terasa dampaknya.

"Baru pada September nanti efek daya belinya akan terasa saat orang sudah mulai menahan diri. Kalau sekarang belum akan berdampak kepada daya beli," ucap Ekonom asal Universitas Indonesia (UI) ini.
       
Meski begitu kenaikan inflasi pada Juli tidak akan begitu terlihat pada data statistik dan bahkan berpotensi seolah terjadi deflasi nantinya. Hal tersebut merupakan efek skala dari teknis penghitungan data indeks.

"Secara sederhana begini, pada saat Juni 2013 itu kan ada kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) kemudian indeks statistiknya itu naik katakan lah misalnya ke level 120. Bulan - bulan berikutnya naik lagi ke 140, 142, dan seterusnya di kisaran 140. Nah Juli besok itu level pembandingnya sudah setara dengan indeks pasca kenaikan BBM jadi ketika dihitung secara year on year (tahunan) bisa saja terjadi deflasi. Tapi itu hanya statistik saja, memang perhitungannya begitu," ulasnya.
       
Pada Juli 2013, angka inflasi memang melonjak menjadi 8,61 persen dibandingkan 5,90 persen pada Juni 2013. "Maka, statistik itu lah nanti yang akan menolong," kata Lana yang juga ekonom di PT Samuel Sekuritas itu.
       
Lana menilai kenaikan TTL yang dilakukan secara bertahap baik untuk industri maupun rumah tangga sebagai strategi yang cukup tepat untuk mengurangi efek kejut baik terhadap perekonomian maupun dampak konkritnya di masyarakat. Meskipun secara total kenaikan untuk industri yang dikenakan tarif baru ini mencapai 38,9 persen untuk pelanggan 200 ribu watt ke atas dan 64,7 persen untuk 30 ribu watt atau lebih.  
    
Hanya saja dirinya tidak sepakat jika pemerintah berargumen bahwa kenaikan TTL ini merupakan salah satu upaya perbaikan makro ekonomi karena bisa memerbaiki neraca transaksi berjalan dan mengurangi defisit neraca perdagangan.

Sebab faktanya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 disepakati bahwa besaran subsidi listrik menjadi Rp 103,8 triliun atau naik 45,3 persen dibandingkan Rp 71,4 triliun yang dianggarkan dalam APBN 2014.
    
"Maka kalau dikatakan penghematan, di mana penghematannya? APBN itu kan sumbernya dari pajak masyarakat juga sehingga dengan begini maka masyarakat kena dua kali," tegasnya.
    
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) Franciscus Welirang memaklumi kebijakan kenaikan TTL salah satunya karena kesulitan finansial yang dialami PT PLN sebagai perusahaan penyedia listrik satu-satunya di Indonesia.

"Secara umum sebenarnya baik karena semua (industri) termasuk kita sudah lebih siap terhadap itu. Kita tidak ingin PLN rugi. Tapi yang terpenting PLN bisa jelaskan detil kewajaran harganya berapa dan bagaimana sebenarnya yang terjadi di perusahaan kepada masyarakat karena itu penting sekali," sarannya.
    
Informasi seperti itu termasuk bagaimana upaya PLN untuk melakukan efisiensi saat ini dinilai pria akrab disapa Franky ini sangat berguna untuk menciptakan kesepahaman dan saling membantu terutama dari pihak industri yang merupakan pengguna setia.

"Yang bisa memberikan hitung-hitungan efisiensi ke PLN adalah industri karena sebagai pengguna yang stabil, 24 jam. Berbeda dengan rumah tangga yang mayoritas penggunaannya pada jam tertentu saja," terusnya.
    
Franky menilai kenaikan TTL saat ini berpotensi menciptakan inflasi tambahan. Meski begitu pihaknya tidak serta merta langsung menaikkan harga terlebih menghadapi momen Ramadhan dan Lebaran.

"Di awal tahun harga produk kita sudah naik (karena pelemahan nilai tukar rupiah) ya sudah paling itu saja. Dari kenaikan listrik sekarang kita tidak lantas naik harga karena kita sudah bisa hitung. Terlebih kita kan branded product, bukan komoditas yang naik turun harga karena situasi," ungkapnya.
    
Harga-harga produknya di pasar moderen diyakini akan tetap terjaga. Yang perlu diawasi, kata Franky, aksi spekulasi harga di pasar basah yang biasanya mengalami lonjakan harga pada musim Ramadhan jelang Lebaran ini.
    
Sebelumnya, Corporate Secretary PT Indofood CBP Tbk (ICBP), Werianty Setiawan, mengatakan pihaknya sebenarnya sudah meningkatkan harga jual 5 sampai 10 persen sepanjang 2013 secara rata-rata terhadap seluruh produknya. Tahun ini penyesuaian harga dilakukan kembali seandainya harga bahan baku atau nilai tukar rupiah terus melemah.

JAKARTA - Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) yang mulai berlaku untuk konsumen rumah tangga dengan daya mulai 1.300 volt ampere (VA) mulai Juli

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News