Debat Tak Kunjung Usai

Debat Tak Kunjung Usai
Debat Tak Kunjung Usai
BUKITTINGGI yang sejuk tak kuasa menyetop perdebatan ideology ekonomi pada Kongres ke 17 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 30 Juli-1 Agustus 2009 lalu. Bendi atau andong, ikon ekonomi kerakyatan  di kota kelahiran Bung Hatta, wapres RI yang pertama tak secanggih mobil impor, simbol neoliberalisme  yang meluncur di jalanan yang bersih, nyaris tanpa sampah.

Perdebatan para ahli dalam kongres itu mengkonfirmasikan bahwa debat ideologi ekonomi belum selesai. Tiga guru besar FE-UI, yakni Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Djisman Simandjuntak dan Sri Edi Swasono berada di kutub yang berseberangan.

Sebagai seorang yang “hanya” mengikuti berita-berita melalui media massa, baik Dorodjatun dan Simanjuntak di kubu “kanan” maupun Sri Edi di kubu “kiri” – jika istilah ini dapat diterima, tampaknya lebih fokus pad ide-ide besar tokoh di zaman yang beda, sebutlah antara Soekarno-Hatta dan Soeharto  dengan meluputkan praktek yang terjadi. Terkesan bias teori.  

Dorodjatun memaparkan gerakan Soekarno pada era demokrasi terpimpin telah mendekonstruksi sistem liberal kapitalis warisan Belanda. Nasionalisasi milik asing gencar. Tapi inflasi meroket dan rupiah merosot. Pengangguran dan kemiskinan tak terkendali.

BUKITTINGGI yang sejuk tak kuasa menyetop perdebatan ideology ekonomi pada Kongres ke 17 Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 30 Juli-1 Agustus

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News