Demo Ala Cak Nun di Kandang Banteng

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Demo Ala Cak Nun di Kandang Banteng
Budayawan Emha Ainun Nadjib dan Ketua DPP PDIP Maharani menghadiri acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Masjid At-Taufiq, Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Minggu (10/4). Foto: Ricardo/JPNN.com

Darwin meyakini hanya spesies yang paling cocok dengan alam yang bisa bertahan dan berkembang. Dari situ lahirlah teori “survival of the fittest” yang kontroversial.

Hasil penelitian Darwin itu dianggap sebagai temuan paling penting dan revolusioner di seluruh dunia dan tiada bandingnya sampai sekarang.

Akan tetapi, Alfred Rusel Wallace dengan bukunya yang berjudul “The Malay Archipelago” pada 1869 juga mencengangkan masyarakat ilmiah seluruh dunia. Peneliti itu menulis buku tersebut setelah menembus hutan-hutan Kalimantan dan Sumatera untuk melihat ribuan jenis kupu, burung, mamalia, dan bunga-bungaan.

Memang "The Malay Archipelago” terbit setelah “The Origin of Species”. Namun, Wallace sudah terlebih dahulu terjun ke lapangan dibanding Darwin.

Wallace juga sempat bersurat kepada Darwin untuk menceritakan hasil penemuannya di Nusantara. Darwin kaget dan tercengang membaca laporan Wallace.

Seharusnya penemu pertama teori evolusi ialah Alfred Russel Wallace, bukan Charles Darwin. Pusat dunia, punjer dunia, center of the universe, ialah Indonesia, bukan Amerika Selatan, apalagi Amerika Serikat atau Rusia.

Itulah kira-kira yang membuat Mbah Nun geregatan. Indonesia tidak bisa memaksimalkan potensi besarnya. Mbah Nun menyimpulkan presidennya ’ora pener’.

Oleh karena itu Mbah Nun mengusulkan ‘revolusi’. Bukan revolusi bakar-bakar, tetapi revolusi mindset, pemikiran, supaya Indonesia yang besar bisa menemukan tempatnya sebagai punjer dunia.(***)

Cak Nun punya cara khas dalam menyampaikan kritik. Dia memadukan gaya Gus Dur dengan Asmuni dan ada bau Cak Nur, yang semuanya dari Jombang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News