Demokrasi Berjalan Mundur jika Pilkada Serentak Dipaksakan di 2024
Pertanyaan lanjutan, kata dia, terkait netralitas ASN yang ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah. Isu sensitif yang hampir selalu mengemuka di tiap gelaran pemilu nasional dan pemilu daerah ini, bakal kembali menjadi sorotan.
Padahal, netralitas ASN merupakan bagian penting dari menjaga kualitas demokrasi kita. Dengan penunjukan 272 ASN atau korps tertentu sebagai penjabat kepala negara dalam jangka waktu tahunan menjelang Pemilu 2024, ada bom waktu berupa potensi penyalahgunaan kekuasaan yang membuat mereka tidak dapat menjaga netralitasnya.
Menurut Herzaky, kalau pandemi covid-19 yang dikedepankan oleh pemerintah, malah membuat gelaran pilkada di 2022 dan 2023 makin tinggi urgensinya. Rakyat berhak menentukan seperti apa kebijakan penanganan covid-19 di tiap daerahnya.
Mereka yang merasa kepala daerahnya saat ini tidak memiliki performa baik dalam mengelola pandemi dan krisis ekonomi, bakal dihukum dengan tidak dipilih lagi. Dan, mereka bakal memilih siapa kepala daerah yang menurut mereka lebih pantas dan cakap dalam mengelola krisis ini.
“Jangan cabut hak dasar warga negara dalam memilih pemimpin daerahnya hanya karena pemerintah pusat saat ini gelagapan dalam mengelola covid-19. Pandemi bukan berarti alasan mengebiri demokrasi,” katanya.(fri/jpnn)
Demokrasi di Indonesia bisa makin berjalan mundur jika Pilkada 2022 dan 2023 tetap dipaksakan digelar serentak di tahun 2024.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Soal Putusan MK, HNW Singgung Perbaikan untuk Pemilu ke Depan
- Hidayat Nur Wahid Soroti Dissenting Opinion 3 Hakim MK, Begini Catatannya
- Pilgub Sumut 2024, Edy Rahmayadi Ambil Formulir Pendaftaran Bacagub dari PKB
- Prabowo: Mas Anies dan Muhaimin, Saya Pernah Berada di Posisi Anda
- Mantan Kaba Intelkam Polri Paulus Waterpauw Masuk Bursa Pilgub Papua
- Hanura Buka Pendaftaran Calon Kepala Daerah untuk Pilkada Serentak 2024, OSO Berpesan Begini