Demonstran Antikudeta Myanmar Pertaruhkan Nyawa demi Generasi Berikutnya
"Saya mulai merasakan sakit dan tidak tahan. Saya menyuruh mereka untuk segera memotong kaki saya. Mereka memotongnya pada hari ketujuh."
Ko Phyo telah belajar bergerak dengan kursi roda di rumah tiga kamar miliknya dan menggunakan kruk saat berada di luar ruangan untuk menghadapi jalan yang tidak rata dan jalan setapak yang membentang di antara lapangan hijau di kotapraja Yangonnya.
Dia berharap untuk kembali ke pekerjaannya menangani perizinan kendaraan dengan otoritas transportasi jalan raya, ketika stabilitas akhirnya kembali.
Kekhawatiran tentang masa depan putranya mendorongnya untuk bergabung dalam protes anti junta dan memberinya motivasi untuk pulih lebih cepat dan meninggalkan rumah sakit setelah 12 hari, katanya.
Dia melihat kehilangan kakinya sebagai pengorbanan kecil dibandingkan dengan ratusan orang yang terbunuh, termasuk salah satu rekan pengawalnya, seorang gadis berusia 15 tahun.
"Semua pengunjuk rasa di luar sana berjuang untuk generasi berikutnya. Militer seharusnya melindungi rakyatnya sendiri, tetapi mereka malah membunuh kami."
"Kita harus terus berjuang," kata Ko Phyo. "Kita harus memenangkan revolusi ini untuk menghadirkan keadilan bagi jiwa-jiwa yang gugur."
Putranya juga beradaptasi dengan kenyataan baru, bermain-main dengan ayahnya dan membawakannya makanan ringan dan bantal untuk membuatnya nyaman di lantai.
Pasukan keamanan Myanmar telah menewaskan lebih dari 800 orang sejak militer melancarkan kudeta terhadap pemerintah sipil demokratis
- Junta Berlakukan Wajib Militer, Warga Sipil Myanmar Dalam Bahaya
- Koalisi SSR Mendesak DPR Gunakan Hak Angket soal Dugaan Suplai Senjata ke Myanmar
- Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Dugaan Indonesia Jual Senjata ke Myanmar
- Ini Alasan Polisi Tidak Membubarkan Demo Buruh setelah Jam 18.00 WIB
- Mesra dengan Junta Myanmar, Thailand Pengkhianat ASEAN?
- Indonesia Ketua ASEAN, PBB Lontarkan Kritik Pedas Terkait Myanmar