Demonstran Tewas di Tangan Aparat, Pemimpin Hong Kong Minta Maaf

Demonstran Tewas di Tangan Aparat, Pemimpin Hong Kong Minta Maaf
Demonstrasi warga Hong Kong menentang RUU Ekstradisi ke Tiongkok. Foto: Kyodo News

BACA JUGA: RUU Ekstradisi Ditunda, Rakyat Hong Kong Tetap Demonstrasi

Pertanyaannya, apakah permintaan maaf cukup untuk menenangkan warga di wilayah eks kekuasaan Inggris itu? Jelas tidak. Penduduk maupun politisi prodemokrasi sudah terlalu kecewa. Mereka merasa bahwa tuntutan mereka tak dipenuhi.

Sebab, Lam hanya berjanji bahwa aturan ekstradisi dengan Tiongkok tak akan diungkit lagi tahun ini. Padahal, tuntutan rakyat sangat jelas: batalkan RUU ekstradisi selamanya. Kubu oposisi pun sudah menyuarakan tuntutan lainnya. Mereka meminta Lam mundur dari posisinya seperti janji kampanye.

Saat menjadi kandidat chief executive pada 2017, Lam sempat menegaskan bahwa dirinya akan turun takhta jika pendapat umum rakyat berkata begitu.

"Dia sudah kehilangan semua kredibilitas terhadap rakyat. Jadi, jalan keluarnya adalah mengundurkan diri," ujar Claudia Mo, politikus prodemokrasi.

Membuat perempuan 62 tahun tersebut turun dari takhta tertinggi Hong Kong bukan hal yang mustahil. Namun, mengubah nasib warga Hong Kong tak akan semudah itu. Pemilihan kepala otonomi di pulau tersebut bukanlah proses yang terbuka. Hanya sebagian di antara total 3,6 juta pemilih yang punya hak memilih kepala negara. Lebih tepatnya 246 ribu. Mereka pun hanya bisa memilih 1.200 anggota komisi pemilu. Sebanyak 1.200 perwakilan itulah yang bisa memberikan suara terhadap kandidat chief executive. (bil/c10/sof)


Penduduk lokal Hong Kong kembali turun ke jalan. Mereka melakukan protes sambil mengenang korban jiwa pertama dalam demonstrasi menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News