Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan

Di Antara Tatas, Beje dan Antusiasme Warga, Masih Ada Keraguan
BENDUNG - Warga berdiri di atas tabat (semacam bendungan kecil) yang baru dibangun di salah satu kanal di lahan gambut Dusun Tumbang Mangkutub, Katunjung, Kecamatan Mentangai, Kapuas, Kalteng, Juli 2011. Foto: Arsito/JPNN.
Meski tak begitu paham dengan istilah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang bagi banyak 'orang kota' pun masih samar-samar konsepnya, sejumlah warga pinggiran Sungai Kapuas mengaku antusias dan senang dengan program percontohan yang (hendak) dijalankan di kawasan mereka. Namun, mengapa masih ada keraguan?

Laporan ARSITO HIDAYATULLAH, Palangkaraya

RAUT muka Surianto, lelaki paruh baya warga salah satu wilayah di sepanjang aliran Sungai Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) tersebut, Sabtu (16/7) malam itu tampak bersemangat. Penuh antusiasme, jika boleh disebut demikian. Ia memang sedang berbicara di depan rombongan 'tamu penting', sekitar 20-an wartawan dari beberapa daerah di Indonesia, yang baru saja tiba di dusunnya, Dusun Tumbang Mangkutub, Desa Katunjung, Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kapuas, malam itu.

Rombongan wartawan ini sendiri datang dalam rangka kunjungan lapangan, sebagai bagian dari workshop jurnalistik bertajuk "Hutan, Perubahan Iklim dan REDD+" yang digelar oleh CIFOR (Center for International Forestry Research) di Palangkaraya, Kalteng. Kedatangan mereka ke Tumbang Mangkutub adalah bagian dari fieldtrip tiga hari, tepatnya ke beberapa lokasi proyek percontohan REDD+ yang dikelola oleh KFCP (Kalimantan Forests and Climate Partnership) di bawah kerangka kemitraan Australia-Indonesia.

Meski tak begitu paham dengan istilah REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang bagi banyak 'orang kota' pun masih

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News