Di Balik Industri Perkebunan Australia: Nasib Pekerja yang Menopang Sumber Pangan

Ketika tiba lima tahun lalu, dia hanya mendapat bayaran AU$30, atau lebih dari Rp300 ribu, sehari untuk pekerjaan yang berat tersebut.
"Di minggu pertama saya ingin nangis saking beratnya," katanya.
Kemudian ia harus membayar AU$40, atau lebih dari Rp400 ribu, seminggu untuk tinggal di sebuah kontainer barang bersama delapan orang lainnya.
Seorang perempuan menunjukkan tanda pembayaran tulis tangan dari seorang kontraktor yang menunjukkan dia dibayar AU$28.50 sehari saat bekerja memetik daun di perkebunan anggur.
Para pekerja ini tidak memiliki kartu untuk mengakses layanan kesehatan di Australia, atau Medicare, sehingga mereka takut mendatangi rumah sakit jika mengalami sakit atau cedera.
Seorang perempuan yang tinggal di kawasan Sunraysia di negara bagian Victoria, Esita mengatakan beberapa temannya sudah tinggal di Australia tanpa dokumen selama 20 tahun dan banyak diantara mereka sudah menikah dan memiliki anak-anak.
Dia mengatakan para pekerja tanpa dokumen tersebut sering kali mendapat perlakuan dan makian kasar.
Bahkan beberapa perempuan mendapat pelecehan seksual dan tubuh mereka diraba-raba ketika sedang memanjat untuk memetik buah.
Dewi, seorang pekerja di Australia mengatakan teman-temannya yang tak memiliki visa dan dokumen resmi takut dideportasi, jika melaporkan perlakuan buruk dari majikannya
- Apa Arti Kemenangan Partai Buruh di Pemilu Australia Bagi Diaspora Indonesia?
- Dunia Hari Ini: Presiden Prabowo Ucapkan Selamat Atas Terpilihnya Lagi Anthony Albanese
- Partai Buruh Menang Pemilu Australia, Anthony Albanese Tetap Jadi PM
- Korea Selatan dan Australia Ramaikan Semarang Night Carnival 2025
- Kemenaker Targetkan 50 Ribu Calon Pekerja Ikut Program Magang Nasional
- Dunia Hari Ini: Israel Berlakukan Keadaan Darurat Akibat Kebakaran Hutan