Di Balik Kontroversi Eksekusi Menhan Korut dengan Senjata Antipesawat

Di Balik Kontroversi Eksekusi Menhan Korut dengan Senjata Antipesawat
Di Balik Kontroversi Eksekusi Menhan Korut dengan Senjata Antipesawat

Selama ini, menyingkirkan para pejabat yang tidak disukai demi menggalang kekuatan sudah menjadi permainan politik yang biasa dilakukan di Korut. Kakek Kim Jong-un sekaligus pendiri Korut Kim Il-sung juga menyingkirkan rival-rival politiknya dalam rangka konsolidasi kekuatan pascaperang Korea pada 1953. 

Jong-il, ayah Jong-un, tidak terlalu ekstrem dalam melakukan eksekusi terhadap lawan politik. Dia lebih memilih untuk menggabungkan golongan tua dan golongan muda dalam jajaran elite politik negaranya. 

Orang-orang yang dulu loyal terhadap ayahnya bahkan mendapat posisi jabatan yang tinggi. Jong-il merasa aman karena sudah menggalang kekuatan selama 20 tahun sebelum akhirnya berkuasa.

Hal itu berbeda dengan Jong-un. Dia berkuasa saat usianya masih muda dan tidak memiliki waktu untuk menggalang kekuatan. Saat Jong-il terkena stroke pada 2008, Jong-un masih berusia 20-an tahun dan harus menggantikan posisi ayahnya. 

Ketika Jong-il meninggal pada 2011 dan berkuasa penuh, Jong-un mulai melakukan pem­bersihan. Setidaknya 72 pimpinan senior di militer dan pejabat partai dieksekusi. 

"Kim Jong-un mungkin merasa perlu untuk memadamkan ketidakpuasan dan skeptisisme yang meningkat dalam elite militer tentang pemerintahannya dengan membuat contoh dari salah seorang menteri mereka, yaitu Jenderal Hyon," ujar pengamat Korut dari University of North Korean Studies di Seoul, Korsel, Kim Dong-yup. (New York Times/sha/c11/ami)

PEKAN ini Korea Selatan (Korsel) mengabarkan bahwa Hyon Yong-chol menjadi target eksekusi terbaru Jong-un. Pria 66 tahun yang menjabat menteri pertahanan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News