Dieksekusi Cak Sakera di Hari Pemilu

Dieksekusi Cak Sakera di Hari Pemilu
Dieksekusi Cak Sakera di Hari Pemilu
Dengan begitu, prosfek Pemilu 2009, dan seterusnya, diprediksi semakin demokratis. Orang akan berlomba-lomba meraih suara rakyat dengan basis dukungan, kompotensi, popularitas dan kualitas sehingga rakyat tidak lagi bagai memilih kucing dalam karung. Buka kulit tampak isi. Tidak ada lagi caleg “buah kedondong” yang mulus di luar tetapi di dalam berserabut. Putusan MK itu telah merintis jalan menuju demokrasi yang lebih tulen.

Wisdom Pemilih

Anehnya, terdengar juga suara sumbang. Seakan-akan dengan putusan MK yang mengidolakan suara terbanyak itu, ada yang menduga bahwa money politics akan semakin beranak-pinak. Seolah-olah siapa yang paling banyak membagi-bagikan duit kepada rakyat sudah pasti meraih suara terbanyak. Dugaan itu rada under estimate kepada rakyat yang seakan-akan dapat dibeli dengan uang. Pengalaman rakyat mengikuti sembilan kali Pemilu sejak 1955, seperti dilecehkan, termasuk Pemilu 2004 yang diusung dengan system pemilihan langsung.

Ada sebuah anekdot dari masa Pemilu Orde Baru, yakni apa pernah kondang dengan sebutan wisdom ala Cak Sakera dari Madura. Kala itu, Cak Sakera dan warga sekampung mengaku sebagai pendukung Golkar karena, konon,  pemerintah telah membuat rakyat sejahtera. Eh, ternyata mereka memilih PPP. Mengapa? “Bertahun-tahun kami menjadi anggota Golkar, dan hanya dua menit menjadi anggota PPP di bilik suara,” kata Cak Sakera. Ia tergelak-gelak. “Leh-Boleh lah, pak!” lanjutnya.

Caleg yang mengandalkan bagi-bagi uang untuk meraih suara, tak mustahil sia-sia, arang habis besi binasa. Jika benar politik uang akan merajalela dengan putusan MK itu, maka semua caleg akan berlomba melakukan money politics. Sudah pasti rakyat akan menerimanya dengan suka cita, apalagi dampak krisis keuangan global akan semakin mencekam tahun ini. Ada rejeki nomplok, mengapa dilewatkan?

Tapi, siapakah yang mereka pilih di bilik suara ketika semua caleg berlomba membagi-bagi duit? Kita khawatir, para caleg itu hanya sekedar “ATM” berjalan. Kita pun membayangkan, duit akan berhamburan kian kemari mengingat jumlah pemilih sangat banyak. Jika semua caleg mendistribusikan duit, maka pameran itu menjadi sangat terbuka sehingga selain memalukan juga dengan mudah ditangkap basah oleh KPU, dan Panwaslu.

Celakanya, tak ada jaminan bahwa rakyat memilih si caleg tertentu yang memberikan duit tersebut. Rakyat pemilih mula-mula mungkin rada bingung sedemikian banyaknya caleg yang membagi-bagi duit. Tetapi, berbekal pengalaman berbagai Pemilu, rakyat pemilih akan mengembangkan wisdom yang “mengahajar” para caleg yang pamer uang itu. Ambil duitnya tapi pilih yang lain.

ALKISAH, seorang calon anggota legislative (caleg) dirundung resah gelisah semenjak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa suara terbanyaklah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News