Digertak Tentara, Bukannya Takut, Bung Karno Marah Besar...Ini Kisahnya

Digertak Tentara, Bukannya Takut, Bung Karno Marah Besar...Ini Kisahnya
Bung Karno di antara barisan tentara. Foto: Istimewa.

Nasution menyahut. "Bila ada kekacauan di negara kita, setiap orang berpaling kepada tentara. Tokoh-tokoh politik membikin peperangan, tetapi si prajurit yang harus mati."

Maka bagi Nasution, wajar jika dirinya dan serombongan orang yang dipimpinnya turut bicara tentang apa yang sedang berlangsung di negeri ini.

Bung Karno balik menggertak. "Mengemukakan apa yang terasa di hatimu kepada Bung Karno, ya. Tetapi mengancam Bapak Republik Indonesia, tidak! Jangan sekali-kali!"    

Adegan berbalas pantun di atas dikisahkan langsung oleh Bung Karno dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, yang ditulis Cindy Adams.

Memaafkan Nasution

Sejurus kemudian, Bung Karno meninggalkan Nasution. Dia melenggang menyambangi massa di luar Istana. 

"Alih-alih gemetar ketakutan di bawah kekuasaan meriam-meriam lapangan, aku menatap langsung ke mulut-mulut senjata itu, dan tanpa rasa takut kulampiaskan kemarahanku pada mereka yang mencoba membunuh demokrasi dengan pasukan bersenjata," tandas Pemimpin Besar Revolusi Indonesia.

Seorang prajurit tampak terengah-engah. Kepada kawan-kawannya dia berkata, "Tindakan kita ini salah. Bapak presiden tidak menyetujuinya."

JAKARTA, 17 Oktober 1952. Dua buah tank, empat kendaraan berlapis baja dan ribuan orang menyerbu memasuki pintu gerbang Istana Merdeka. Mereka

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News