Diplomasi Tinju

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Diplomasi Tinju
Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman (kanan) menyambut kedatangan Presiden Amerika Serikat Joe Biden di Istana Al Salman, di Jeddah, Arab Saudi, 15 Juli 2022. Bandar Algaloud/Saudi Royal Court/HO via REUTERS/as

Rangkaian kunjungan ini membawa misi rahasia untuk mengakurkan dua negara yang berseberangan itu. 

Para pengamat internasional berpendapat bahwa normalisasi hubungan diplomatik kedua negara itu sudah makin dekat. 

Pertemuan Biden dengan MBS dikecam keras oleh para aktivis HAM (hak asasi manusia) internasional karena Biden dianggap menjilat ludah sendiri dan bersikap munafik terhadap pelanggar HAM. 

Ketika berkampanye dalam Pilpres Amerika Serikat melawan Donald Trump pada 2019, Biden mengatakan akan menjadikan KSA sebagai ''negara pariah'' yang terkucil. 

Pariah berarti gelandangan yang terlunta-lunta. Sebutan itu dilontarkan Biden sebagai reaksi terhadap MBS yang dicurigai sebagai dalang pembunuhan Djamal Khassoghi, wartawan The Washington Post, yang dibunuh agen rahasia Saudi pada 2018 dan sampai sekarang tidak ditemukan jasadnya. 

Pembunuhan Khashoggi menjadi aib internasional bagi MBS dan Arab Saudi. Dia dikecam luas oleh aktivis HAM dan demokrasi di seluruh dunia. MBS yang semula dipuji sebagai tokoh yang membawa pembaruan di Saudi berbalik dikecam sebagai tokoh bengis yang otoriter dan pelanggar HAM kelas berat. 

MBS dicekal di Inggris ketika ingin membeli klub sepak bola Premier League New Castle. Akan tetapi, penolakan itu tidak berlangsung lama ketika akhirnya otoritas tertinggi sepak bola Inggris FA memberikan lampu hijau. 

Sekarang Newcastle resmi menjadi milik MBS yang mengelolanya melalui sebuah konsorsium olahraga.

Diplomasi Tinju yang dipamerkan Joe Biden dan Pangeran MBS ini sarat makna dan simbol politik. Pertemuan Biden dengan MBS dikecam keras oleh para aktivis HAM.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News