D'Lloyd setelah Lama Mati Suri

D'Lloyd setelah Lama Mati Suri
D'Lloyd setelah Lama Mati Suri

Ketika beralih menjabat menteri BUMN, saya sudah tahu penderitaan Syahril. Dia mempunyai jabatan keren, Dirut BUMN, tapi tidak pernah menerima gaji. Saya langsung memberikan gaji saya sepenuhnya kepada Syahril.

Jadilah dia Dirut yang gajinya sebesar gaji menteri. Jangan kaget, gaji menteri itu hanya 5 persennya gaji Dirut BUMN besar. Enam bulan lamanya Syahril “bergaji menteri”, sampai akhirnya perusahaan yang dia pimpin mulai sedikit-sedikit dapat penghasilan.

Ketika Syahril kemudian diangkat sebagai Dirut Pelni, DL dipimpin satu orang saja: Arham S. Torik. Dia seorang akuntan yang juga tertantang untuk meneruskan penyelamatan DL. Arham berpikir, tidak mungkin DL bisa selamat kalau utang Rp 1,3 triliun tidak diselesaikan. Arham ingin DL segera punya kapal. Tapi mustahil. Utang harus diselesaikan dulu.

Maka, Arham menempuh jalan PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang). Berhasil. PKPU memutuskan, semua utang DL dialihkan menjadi saham dengan status yang tidak memiliki hak suara. Diputuskan pula, DL akan mencicil utang itu selama 18 tahun dengan masa tenggang lima tahun. Dengan keputusan PKPU seperti itu, buku DL menjadi bersih!

Cara penyelesaian utang yang ditempuh Arham itu baik. Saya memang berkeras tidak mau negara harus menyelamatkan DL. Misalnya dengan cara penyertaan modal negara (PMN). Bahkan, kalau memang harus mati, mati saja. Dengan sikap saya seperti itu, akhirnya pemilik piutang memilih perusahaan harus tetap hidup dengan cara restrukturisasi utang.

Cara seperti itu pulalah yang telah saya pakai untuk menyelamatkan PT Istaka Karya tahun lalu. PT Istaka yang juga terbelit utang di luar kemampuannya akhirnya terancam mati. Saya juga berkeras tidak mau ada PMN. Kalau mau mati, mati saja. Usaha restrukturisasi pun akhirnya dilakukan. Ternyata berhasil. PT Istaka kini hidup lagi. Bahkan sudah sangat sehat.

Maksud saya, untuk PT Merpati Nusantara Airlines juga dilakukan hal yang sama. Jangan diberi lagi uang dari negara. Sudah terlalu banyak uang negara tenggelam di situ.

Tanpa restrukturisasi utang, sulit Merpati diminta hidup lagi. Merpati memiliki utang Rp 7,9 triliun. Bahkan, akumulasi kerugiannya sudah mencapai Rp 7,2 triliun. Karena itu, melakukan restrukturisasi utang saja tidak cukup. Harus pula dilakukan kuasi reorganisasi untuk menghilangkan angka akumulasi kerugian yang begitu besar. Setelah dua langkah itu dilakukan, barulah bisa dilakukan langkah besar ketiga: kerja sama operasi dengan perusahaan lain.

SATU lagi BUMN yang sudah lama mati bisa hidup lagi: PT Djakarta Lloyd. Minggu lalu sebuah pesta kecil diselenggarakan di Hotel Pullman Jakarta untuk

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News