Doktrin Yudhoyono Jadi Fondasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia

Doktrin Yudhoyono Jadi Fondasi Kebijakan Luar Negeri Indonesia
The Institute for Regional Institution and Networks (The IRIAN Institute), Velix Wanggai, MPA. FOTO: Dok.pri for JPNN.com

Hal itu tercermin dengan tawaran konsep "geopolitics of cooperation", "soft power", dan konsep "dynamic equilbrium". Pandangan dasar ini yang akhirnya melatari Presiden gencar mendorong diplomasi kemitraan dalam bentuk kemitraan komprehensif (comprehensive partnership) dan kemitraan strategis (strategic partnership) dengan Amerika, China, Rusia, Belanda, Jerman, Australia, Korea Selatan, Jepang dan Papua Nugini.

Dari setiap kemitraan komprehensif ini, Presiden SBY mengikat negara-negara lainnya untuk menghormati kedaulatan nasional, integritas wilayah dan persatuan dari gangguan kekuatan separatis di luar negeri.

Sementara itu, dalam konteks *decision style dan interpersonal relations style,* Presiden SBY merumuskan strategi "Look East Policy". Di dalam negeri, SBY melihat pentingnya percepatan pembangunan Papua dalam payung otonomi asimetrik Papua. Strategi ini sebagai bagian soft power yang mengutamakan sisi kultural, dialogis dan kesejahteraan ketimbang cara-cara militeristik. Itulah, mengapa SBY menawarkan rekonstruksi otonomi khusus menuju otonomi khusus plus sebagaimana solusi yang diterapkan di Aceh. Sementara di luar negeri, SBY menggenjot strategi Look East Diplomacy dengan membangun hubungan baik secara personal dan kenegaraan dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan dan Pasifik Barat Daya.

Perhatian ke kawasan Pasifik Selatan karena dinamika pergerakan simpatisan Papua Merdeka yang gencar di kawasan ini sejak tahun 1998. Pasca Kongres Rakyat Papua (KRP) II pada awal Juni 2000 telah menyebabkan Komunike Pacific Island Forum (PIF) mengangkat isu Papua dan di tahun 2006 juga Komunike PIF menyoroti isu hak asasi manusia di Papua. Namun dalam masa 2006 hingga 2014 masalah Papua tidak pernah diangkat dalam Komunike PIF.

Sementara itu, forum Melanesian Spearhead Group (MSG) mengangkat isu hak asasi manusia di Papua dalam Komunike MSG tahun 2013 yang kemudian Presiden SBY membuka diri atas kunjungan Delegasi Menteri Luar Negeri negara-negara MSG minus Vanuatu ke Papua pada Januari 2014.

Dalam merawat geopolitics of cooperation di Pasifik Selatan ini, Presiden SBY memecahkan kebuntuan hubungan bilateral dengan sejumlah negara. Setelah kunjungan Presiden Soeharto ke PNG di tahun 1979, Presiden SBY mengunjungi PM Michael Somare di PNG pada tahun 2010 dan membangun hubungan baik dengan PNG. Demikian pula, SBY mengunjungi Australia pada awal 2005 setelah kunjungan resmi Presiden Indonesia di tahun 2001. Sementara itu, SBY melakukan kunjungan bersejarah untuk pertama kalinya seorang Presiden Indonesia ke Fiji pada pertengahan 2014. Kunjungan-kunjungan ini sebagai bagian dari strategi Indonesia merespons geopolitik Pasifik dalam mendukung keutuhan wilayah Indonesia.

Mengenalkan "The Yudhoyono Doctrine"

Dari upaya menggali berbagai pemikiran, gagasan dan kebijakan-kebijakan Presiden SBY sepanjang 10 tahun, Velix Wanggai yang juga Direktur Riset The IRIAN INSTITUTE merumuskan 9 gagasan dan rangkaian kebijakan SBY dalam istilah baru dalam ilmu dan praktik hubungan internasional, yakni "The Yudhoyono Doctrine" atau Doktrin Yudhoyono.

Transformasi profil Indonesia di panggung global dalam satu dekade terakhir pasca reformasi 1998 tidak terlepas dari peran Presiden Republik Indonesia,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News