DPD RI Cecar Direktur BPDP-KS Soal Pungutan Dana Ekspor CPO

DPD RI Cecar Direktur BPDP-KS Soal Pungutan Dana Ekspor CPO
Suasana Rapat Bersama Komite IV DPD RI dengan Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Dono Bustami dan beberapa pihak. Foto: DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Komite IV DPD RI mencecar Direktur Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Dono Bustami dan beberapa pihak saat rapat bersama terkait penggunaan pungutan dana ekspor Crude Palm Oil (CPO). Sejumlah anggota Komite IV DPD menilai pungutan tersebut belum mampu mensejahterakan para petani sawit.

Ketua Komite IV DPD RI, Ajiep Padindang mengkritisi mengenai pemberian bantuan subsidi kepada perusahaan sawit yang tidak sampai kepada petani sawit. Pungutan dana tersebut hanya dinikmati oleh industri sawit saja, bukan para petani sawit.

Padahal, menurut Ajiep, paparan BPDP-KS menyebutkan alokasi bantuan peremajaan yang diberikan kepada perkebunan swasta sebesar 53 persen, ke petani swadaya 41 persen dan 6 persen kepada lahan sawit yang dikelola oleh BUMN.

“Perusahaan perkebunan kelapa sawit menerima subsidi besar tapi petani kelapa sawit hanya mendengar saja dan tidak mendapatkan bantuan, saya harap pemerintah bisa lebih fokus kepada kesejahteraan petani sawit,” ujar Ajie, Senin (22/1).

Pada kesempatan yang sama, Senator asal Jawa Tengah Bambang Sadono juga mempertanyakan penggunaan dana pungutan ekspor yang sudah terhimpun dalam jumlah besar. Pasalnya, asal mula pembentukan pungutan dana ekspor CPO adalah anjloknya harga CPO yang membuat nasib petani menjadi buruk.

“Jadi yang mau ditolong itu banyak sekali, baik petani sawit, sektor bio diesel. Padahal sederhananya, fokusnya adalah menyelamatkan petani sawit. Nah kalau uangnya banyak disimpan itu buat apa sampai Kemenkeu bisa pinjam uang dana pungutan dengan jumlah yang besar sampai Rp 2 triliun,” paparnya.

Sementara itu, Senator sal Papua Barat Chaidir Djafar menanyakan soal lahan sawit yang dikelola oleh swasta namun peremajaan lahannya menjadi tanggung jawab negara.

“Perusahaan perkebunan kelapa sawit itu beberapa dikelola negara dan ada yang milik swasta, karena kalau di papua barat itu kita tanya mereka jawaban itu milik investor dari china dan negara luar Indonesia. Jadi apakah kita juga bertanggung jawab kalo peremajaan itu dilakukan atas dampak kegiatan kelapa sawit investor dari luar negeri,” jelasnya.

Perusahaan perkebunan kelapa sawit menerima subsidi besar tapi petani kelapa sawit hanya mendengar saja dan tidak mendapatkan bantuan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News