DPR Dinilai Lamban Membahas Revisi UU Terorisme

DPR Dinilai Lamban Membahas Revisi UU Terorisme
Ilustrasi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat DPR dinilai kurang peka memberi perhatian terhadap revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Padahal revisi sangat dibutuhkan demi keselamatan masyarakat agar peristiwa teror bom seperti yang terjadi di Terminal Kampung Melayu, Rabu (23/5) kemarin, tidak terulang kembali.

"Sungguh memprihatinkan. Sepertinya belum ada pembahasan sama sekali," ujar Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kepolisian (Lemkapi) Edi Saputra Hasibuan di Jakarta, Senin (29/5).

Edi menyayangkan hal tersebut, karena Presiden Joko Widodo tahun lalu telah mengingatkan. Namun kenyataannya, revisi tak kunjung selesai.

"Harusnya sudah kelar sejak 2016 lalu, tapi kenyataannya sampai saat ini belum ada tanda-tanda. Padahal sudah memasuki pertengahan 2017. Bahkan ada peristiwa (teror bom,red) lagi," ucap Edi.

Mantan komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) ini berharap DPR bisa menjadikan peristiwa teror bom di Terminal Kampung Melayu, sebagai pembelajaran berharga untuk segera merampungkan revisi undang-undang tersebut. Agar jangan ada lagi korban yang berjatuhan.

"Dalam revisi UU Tindak Pidana Terorisme saya kira perlu ditambah kewenangan bagi aparat penegak hukum, termasuk dalam melakukan penangkapan kelompok-kelompok yang melakukan pelatihan militer, menjurus pada aksi terorisme," kata Edi.

Kemudian terkait masa waktu penahanan dan pemeriksaan terduga aksi teror, Edi menilai juga perlu ditambah. Agar kepolisian memiliki waktu yang cukup melakukan penyidikan.

Kemudian terkait jumlah bantuan pemerintah pada para korban teror bom termasuk aparat negara yang menjadi korban, Edi menyarankan sebaiknya ditambah.

Dewan Perwakilan Rakyat DPR dinilai kurang peka memberi perhatian terhadap revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme. Padahal

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News