DPR: Semua Kompak Tidak Mengakui Klaim Tiongkok di Natuna

DPR: Semua Kompak Tidak Mengakui Klaim Tiongkok di Natuna
Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya. Foto: Antara Foto/Syaiful Hakim

Willy menilai pernyataan Prabowo yang meminta untuk kalem, tidak usah dibesar-besarkan. Untuk menjaga dan menegakkan kedaulatan tidak harus dengan keributan.

Menurut Willy, ada  cara-cara beradab yang bisa jadi pilihan. Dia menegaskan pikiran militeristik bisa mengacaukan stabilitas dunia. Salah satu deklarator organisasi kemasyarakatan Nasional Demokrat itu menegaskan bahwa tenang bukan berarti tidak berstrategi.

"Nah, strategi ini yang kita tunggu. Ketika Prabowo merespon kasus Natuna ini dengan pikiran sipil, apa yang salah? Jangan-jangan kita terlalu mengidolakan militerisme yang kita sendiri sudah kritik jauh-jauh hari," ujar Willy.

Legislator dari dapil Jawa Timur XI ini mengatakan kalau pikiran militerisme yang terus menjadi pertimbangan, maka jangan heran kalau nanti di wilayah isu lainnya juga akan menggunakan pendekatan yang sama.

"Toh, baik Prabowo maupun LBP tetap dalam satu panduan bahwa tidak ada negosiasi untuk ZEE kita yang telah legal dan diakui dunia internasional. Keduanya juga tentu paham proxy-proxy Tiongkok yang bermain," papar Willy.

Dia menambahkan luasnya wilayah Indonesia yang berbatasan dengan negara lain menuntut infrastruktur juga harus dibangun maksimal.

Menurut dia, kapasitas anggaran pendapatan belanja negara (APBN) kalau dimakimalkan untuk membangun infrastruktur pertahanan itu cukup, tetapi akan banyak alokasi lainnya yang akan terpotong.

"Nanti media dan masyarakat sipil juga akan ribut kalau APBN diarahkan ke anggaran pertahanan terlalu besar. Satu per satu kita selesaikan tanpa harus banyak yang dikorbankan," jelas Willy.

Menempatkan alat negara seperti kapal besar di wilayah-wilayah perbatasan itu juga bagian mandat pemerintah menjaga kedaulatan RI.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News