Dua Universitas Australia Diduga Terkait Pelanggaran HAM di China
"Saya rasa tidak ada universitas di Australia yang mau bekerjasama dengan perusahaan China, yang pada dasarnya membangun alat-alat penindasan di China," kata Elaine Pearson, direktur Human Rights Watch Australia.
"Ini sebuah aplikasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasi dasar tentang orang Uighur dan Muslim lainnya. Kita tahu orang dikirim ke kamp pendidikan ulang berdasarkan informasi dari aplikasi ini," katanya.
Namun UTS percaya bahwa tidak ada hubungan antara penelitian yang dilakukan di salah satu pusat penelitiannya dengan aplikasi CETC yang digunakan di Xinjiang.
Dalam bantahannya kepada Program Four Corners, UTS menyatakan melakukan peninjauan internal pada April lalu setelah adanya "keprihatinan mendalam" terkait tuduhan pelanggaran HAM di Xinjiang.
"UTS pada tahap ini tak berencana melakukan kerjasama baru dengan CETC dan akan meninjau perjanjian kontrak saat ini," kata UTS dalam sebuah pernyataan.
UTS menambahkan tinjauan internal akan diselesaikan "dalam beberapa minggu".
Putus hubungan dengan PKC
Sebagai bagian dari kemitraan itu, perusahaan teknologi militer milik China memiliki semua kekayaan intelektual yang berasal dari kolaborasi penelitian dengan UTS.
Associate Professor James Leibold dari Universitas La Trobe, salah satu pakar tentang etnis minoritas di China, mendesak semua universitas di Australia segera mengakhiri hubungan apa pun dengan Partai Komunis China (PKC).
- Apakah Bentrokan Indonesia dengan Kapal Tiongkok di Laut China Selatan Pertanda Konflik?
- Jenazah WHV Asal Indonesia Belum Dipulangkan, Penyebab Kecelakaan Masih Diselidiki
- Dunia Hari Ini: Ratusan Warga Sudan Meninggal Akibat Serangan Paramiliter
- Prabowo Targetkan Indonesia Swasembada Pangan, Bagaimana Reaksi Australia?
- Dunia Hari Ini: Calon Pengganti Pemimpin Hizbullah Tewas Dibunuh
- Dunia Hari Ini: Respon Inggris Setelah Senator Aborigin Sebut Charles 'Bukan Raja Kami'