Dudung

Dudung
Ilustrasi, parade alutsista TNI beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo/JPNN.com

Pada Muktamar NU di Pesantren Krapyak, Yogyakarta, 1989, Gus Dur ‘’diadili’’ dan diminta mempertanggungjawabkan pendapatnya.

Gus Dur, seperti biasa, dengan santai mengatakan, banyak orang Indonesia yang tidak fasih mengucapkan Bahasa Arab, atau bisa mengucapkan tetapi tidak paham maknanya.

Banyak orang di pedesaan yang hanya mengerti ‘’sugeng enjing’’ atau ‘’punten’’ ketika menyapa orang. Banyak orang yang hanya bisa mengucapkan ‘’selamat pagi’’ dan kesulitan mengucapkan ‘’Assalamu alaikum’’ secara benar.

Gus Dur terkenal dengan ungkapannya ‘’gitu saja kok repot’’. Penjelasan Gus Dur yang sederhana membuat peserta muktamar tersenyum.

Namun, kontroversi di kalangan intelektual Islam masih tetap panas. Assalamu alaikum adalah ajaran Islam yang mengandung doa, sementara ‘’selamat pagi’’ adalah ungkapan budaya, karena itu tidak bisa menggantikan salam yang menjadi ajaran agama.

Gagasan pribumisasi Islam ala Gus Dur ini menjadi wacana yang kontroversial sampai sekarang. belakangan muncul wacana Islam Nusantara yang mirip dengan pribumisasi Islam ala Gus Dur. Gagasan Islam Nusantara memisahkan unsur budaya Arab dengan ajaran inti Islam. Yang harus diadopsi adalah ajaran Islam, bukan budaya Arabnya.

Konsep Islam Nusantara ditolak oleh banyak kalangan karena dianggap sebagai bagian dari agenda politik untuk proyek deradikalisasi Islam. Islam Nusantara ditolak karena dianggap mempromosikan ‘’Jawanisasi Islam’’ yang mengerdilkan Islam menjadi lokal dan tidak sesuai dengan prinsip Islam yang ‘’rahmatan lil alamin’’.

Kampanye Islam Nusantara mulai jarang terdengar, dan sekarang muncul kampanye moderasi beragama yang disponsori oleh Kementerian Agama di bawah Yaqut Choliel Qoumas.

Jenderal Dudung Abdurrachman bukan politisi. Namun, beberapa komentarnya lebih mirip politisi ketimbang jenderal Angkatan Darat.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News