Dulu, Lee Kuan Yew Belajar GBHN dari Pak Harto

Dulu, Lee Kuan Yew Belajar GBHN dari Pak Harto
Pangi Syarwi Chaniago. Foto: dokumen JPNN.Com/Ricardo

Dia mengatakan, meski sekarang pemerintah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), tapi kadang-kadang tidak bisa memotret 20-30 tahun Indonesia ke depan. Sementara, Indonesia 50 tahun ke depan haeus dijelaskan seperti apa.

"Apakah mau jadi negara impor, negara industri, apakah kita mau menjadi negara pariwisata terbaik di dunia. Nah itu, harus dipandu garis besar itu," katanya.

Menurutnya, dengan adanya GBHN wajah Indonesia tidak berganti sesuka hati presiden terpilih. Maka itu, Indonesia tidak punya aturan main yang jelas, sehinga membuat negara ini maju-mundur.

Memang, GBHN hanya memandu saja. Tapi, siapapun presiden harus tunduk kepada arah rel bingkai GBHN.

"Jadi, biarpun presidennya berganti, rel pedoman kebangsaan kita tetap dikunci oleh GBHN. Tidak bisa, orang bicara revolusi mental, bicara infrastruktur, tiba-tiba sekarang bicara SDM. Ini kan karena sekarang tidak dipandu, karena panduannya hanya lima tahun. Jadi berganti presiden, berganti selera," tuturnya.

Pada era Orde Baru, lanjutnya, arah pembangunan tidak keluar dari rel GBHN tersebut. Jadi, agenda Pak Harto menyesuaikan dengan agenda GBHN.

"Sekarang kan, presiden bertanggung jawab kepada siapa? Tidak ada. Kalau kepada rakyat, rakyat yang mana?," sergahnya.

Pada era Orde Baru, presiden bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Maka ada yang namanya presiden mandataris MPR.

Pangi Syarwi Chaniago menyatakan, Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew dulu belajar GBHN dari Pak Harto.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News