Ekonomi Indonesia Terlalu Cepat Dibuka, Bantuan untuk Warga Juga Terkendala
Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana sebesar Rp695,2 triliun untuk biaya penanganan COVID-19 pada bulan Agustus kemarin.
Dari jumlah tersebut anggaran sebesar Rp87,55 triliun dialokasi untuk bidang kesehatan dan sisanya, yakni lebih dari Rp600 triliun untuk program pemulihan ekonomi.
Para pakar ekonomi mengatakan selain anggaran tersebut kurang maksimal untuk kesehatan dan perlindungan sosial, ada pula masalah dalam menyalurkannya.
Andri mengatakan bantuan bantuan sosial seringkali tidak tepat sasaran karena penetapan siapa yang menerima masih didasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di tahun 2015.
"Karena ada masalah dengan pendistribusiannya, maka pekerja di sektor informal tidak bisa terjaring. Sehingga masyarakat terpaksa untuk melakukan aktivitas ekonomi yang sebenarnya tidak diperbolehkan [saat pandemi]," jelas Andri.
Inilah yang dialami oleh Obed.
Sebelum pandemi COVID-19, ia banyak tampil di kafe-kafe, tapi kini mengaku merasa frustasi dengan hanya berdiam diri di rumahnya.
"Sejujurnya saya sudah menyerah … kalau seandainya pun pemerintah mau melakukan lockdown sepenuhnya, bantulah orang-orang seperti kami dengan pendataan yang baik," ujarnya.
Lembaga-lembaga peneliti di Indonesia, termasuk INDEF, sejak bulan Maret lalu sudah merekomendasikan agar Pemerintah dahulukan kesehatan ketimbang ekonomi
- Pembekalan Teknologi Digital untuk Nasabah PNM Terus Digeber
- BRI Lakukan Buyback, Ini Sebabnya
- Pesan Muhammadiyah soal Pengelolaan Tambang: Harus Berkesinambungan
- Maluku dan NTT Punya Segudang Potensi, tetapi Menghadapi Banyak Masalah
- Rasio NPL Bank Mandiri Terjaga di Level 1,02 Persen selama Kuartal I 2024
- Pesan Penting Kemendagri dalam Musrenbang Riau 2024