Eksistensi Wong Hang 81 Tahun Jadi Spesialis Jas

Studi Banding Biar Tetap Up-to-Date

Eksistensi Wong Hang 81 Tahun Jadi Spesialis Jas
WARISAN KAKEK: Wong William di salah satu butik Wong Hang di Darmo Park. Dia adalah generasi ketiga Wong Hang. Dinda Lisna Amilia/Jawa Pos/JPNN.com

Inspirasi pengembangan desain jas pun kian berjibun. Di luar negeri, mereka menemukan bahwa banyak lelaki mengenakan jas dalam rutinitas sehari-hari. Karena itu, tekstur jas sangat lembut, lentur, tidak kaku, dan pas di badan. ”Contoh yang paling mudah, lihat saja James Bond, saat berkelahi itu bisa nyaman pakai jas,” candanya.

Selain studi banding, William dan tim hunting bahan kain yang bisa membuat jas kelihatan nyaman dikenakan. Selepas itu, mereka tidak langsung me-launching desain terbarunya. Mereka memilih mematangkan konsep Wong Hang yang anyar.

Pada 1994 Wong Hang merambah ibu kota. Butik perdana dibuka di Mangga Besar Raya. Setelah itu bertambah di Kelapa Gading Boulevard, Pluit, dan Pondok Indah. Satu demi satu koleksi pun diperkenalkan kepada pelanggan.

Nah, launching secara resmi baru dilakukan di Surabaya pada 1996. Di Hotel Shangri-La sejumlah model ternama ketika itu didatangkan. Sebut saja Ari Wibowo, Adjie Massaid, Gunawan, hingga Atalarik Syah. Fashion show serupa juga diadakan di Jakarta. Bahkan, di Surabaya acara itu rutin digelar tiap tahun sampai 1998.

Respons masyarakat cukup menggembirakan. Awalnya, mereka sekadar penasaran bagaimana jas bisa dibuat press body. Namun, desain Wong Hang ternyata terus disukai masyarakat. Terlebih, desain itu terus berkembang menyesuaikan zaman.

Karena itu, studi banding jadi rutinitas keluarga besar tersebut. Tiap tahun lima bersaudara itu bergantian ke luar negeri untuk belajar plus berlibur. ”Yang mutlak jadi kiblat itu Paris dan Milan,” ucap ayah Cathleen Wongso, Charleen Wongso, dan Coleen Wongso tersebut.

Dari tempat tujuan studi banding itu, William mendapat banyak inspirasi desain dan bahan terbaik untuk membuat jas. Komposisi jas memang tidak melulu kain. Banyak komponen lain yang menentukan kenyamanan dan harga jas. Misalnya untuk membuat jas premium, bahan yang dibutuhkan adalah ayakan bulu domba halus, bulu kuda, busa, dan sutra. Bulu juga harus diberikan pada daerah tertentu di bagian jas. Tak heran, jas paling mahal bisa dibanderol puluhan juta rupiah. ”Tapi, kami juga bisa bikin yang harganya sesuai kemampuan. Karena itu, sistemnya custom,” imbuh penghobi badminton tersebut.

Dalam menjalankan sebuah bisnis keluarga, selain menjaga kekompakan, menurut William, yang tidak kalah penting adalah menjaga kualitas. Itu pesan sang engkong agar bisnis mereka tetap bisa berjaya untuk anak-cucu. Karena itu, William dan keluarga tidak punya rencana untuk membuat sistem bisnis tersebut menjadi franchise. Mereka lebih berfokus pada pengembangan produk. ”Profit jadi bukan hal utama, yang penting menjaga nama lewat kualitas,” imbuhnya.

Di tengah dinamika dunia fashion tanah air, tidak mudah mempertahankan bisnis di bidang pakaian. Apalagi pakaian laki-laki. Tapi, salah satu label

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News