Ekstradisi Bedebah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ekstradisi Bedebah
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di The Sanchaya Resort Bintan, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1). Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Singapura tersinggung oleh sebutan itu. Ketika itu ekonomi di kawasan Asia terserang badai krisis moneter pada awal 1997. Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara kalang kabut. Nilai rupiah ambruk, demonstrasi mahasiswa meluas di Jakarta, dan terjadi kerusuhan dan penjarahan terhadap etnis Tionghoa.

Puncaknya pada Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri dan digantikan oleh B.J Habibie. Kemunculan Habibie membuat Singapura waswas karena Habibie diperkirakan akan banyak melakukan kebijakan yang nasionalistis yang sangat mungkin membawa dampak bagi hubungan kedua negara. Habibie juga mendapat dukungan yang kuat dari kalangan Islam, dan hal itu dikhawatirkan akan membawa dampak pada kebijakan terhadap etnis Tionghoa.

Habibie mencium gelagat itu. Habibie merasa bahwa Singapura tidak terlalu welcome dengan kemunculannya. Hal itu ditandai dengan lambatnya Singapura dalam memberikan ucapan selamat kepada Habibie.

Dalam politik diplomasi, kelambatan Singapura itu bisa menimbulkan tafsir yang bermacam-macam. Perdana Menteri Singapura ketika itu Goh Chok Tong belum mengucapkan selamat ketika semua negara tetangga Indonesia sudah melakukannya.

Habibie kesal. Bukan hanya karena Singapura terlambat dalam mengucapkan selamat, tetapi Singapura juga dianggapnya tidak serius membantu Indonesia yang sedang kelabakan karena serbuan krisis moneter. Singapura menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang aman dari serangan krismon.

Habibie mengeluhkan sikap Singapura yang dianggapnya tidak menunjukkan tenggang rasa dalam bertetangga. Dalam wawancara dengan ‘’The Asian Wallstreet Journal’’, Agustus 1998, tiga bulan setelah pelantikannya, Habibie menyindir Singapura dengan mengutip pepatah Inggris “You see, a friend in need is a friend indeed. I don’t have that feeling from Singapore (Anda tahu, teman yang ada ketika dibutuhkan adalah teman yang baik. Saya tidak merasakan hal itu dari Singapura),’’ kata Habibie.

Dia menambahkan dengan memperbandingkan dua negara. “It’s ok with me but there are 211 million people (in Indonesia). All the green (area) is Indonesia. And that red dot is Singapore.” (Tidak masalah bagi saya, tetapi ada 211 juta penduduk di Indonesia. Semua daerah yang hijau itu Indonesia, dan titik merah itu adalah Singapura)’’, kata Habibie.

Singapura tidak suka dengan pernyataan ini. Perdana Menteri Goh Chok Tong menjawab dengan mengatakan bahwa Singapura bukan negara besar seperti Amerika yang punya kekuatan besar untuk membantu negara-negara yang mengalami kesulitan. Namun, kata Goh, Singapura tetap akan membantu Indonesia sesuai kemampuannya.

Ini adalah episode fiktif kecil di ‘’Negeri Para Bedebah’’. Kisah nyata di negeri para bedebah jauh lebih dahsyat dari fiksi itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News