Fahri Hamzah: Pasal 73 UU MD3 Bukan untuk Rakyat yang Kritis

Fahri Hamzah: Pasal 73 UU MD3 Bukan untuk Rakyat yang Kritis
Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah (kanan) menerima delegasi Gerakan Kebangkitan Indonesia (GKI) dipimin bekas Wagub DKI Prajitno di Ruang Kerjanya Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Senin (20/3). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menjamin Pasal 73 UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), bukan untuk rakyat yang melakukan kritik kepada DPR RI tetapi pasal tersebut ditujukan untuk eksekutif.

“Itu pasal untuk pejabat (setiap orang), bukan untuk rakyat,” tegas Fahri saat menerima delegasi Gerakat Kebangkitan Indonesia (GKI) yang dipimin bekas Wagub DKI Prajitno di Ruang Kerjanya Lantai 4 Gedung Nusantara III DPR RI, Jakarta, Senin (20/3).

Maksud kedatangan delegasi GKI ke DPR RI adalah ingin menyampaikan petisi terkait dengan diundangkannya UU MD3. Petisi ini, menurut Prijanto berangkat dari adanya kegelisahan karena ada norma yang dicantum dalam UU tersebut. Norma yang dimaksud adalah Pasal 73 yang menyatakan bahwa DPR dapat memanggil setiap orang dengan menggunakan Kepolisian Republik Indonesia jika yang bersangkutan tidak hadir dalam rapat DPR.

Belum selesai Prijanto menyampaikan petisi, Fahri langsung menjelaskan panjang lebar bahwa soal Pasal 73 itu untuk pejabat pemerintah atau eksekutif, bukan untuk masyarakat yang kritis kepada DPR.

“Saya mau klirkan ini biar tuntas. Ini (kata setiap orang yang ada di Pasal 73) hanya salah tafsir saja. Sebetulnya itu ditujukan ke mitra kerja DPR,” ucapnya lagi.

Sebab akhir-akhir ini, lanjut Fahri, banyak pejabat yang tidak mau hadir jika diundang rapat oleh DPR. Contohnya, KPK yang menolak dipanggil dengan alasan bersifat independen, begitu pula Menteri BUMN yang tidak pernah memenuhi undangan DPR.

“Padahal, setiap lembaga negara yang anggarannya dibiayai oleh APBN, wajib datang jika dipanggil DPR sebagai badan pengawas pemerintah," tambahnya.

Sebetulnya, menurut Anggota DPR dari Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, DPR itu harus diliberasi dari kungkungan eksekutif.

Menurut Fahri, Pasal 73 UU MD3 ditujukan untuk pejabat pemerintah atau eksekutif, bukan untuk masyarakat yang kritis kepada DPR.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News