Utang Luar Negeri Indonesia Mengkhawatirkan

Utang Luar Negeri Indonesia Mengkhawatirkan
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir. Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan rasio pembayaran utang negara terhadap kemampuan pemerintah sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, saat ini besaran Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia sudah menyentuh 357,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau tumbuh sebesar 10 persen dibanding tahun lalu.

“Kalau kita bicara APBN 2018, biaya yang paling tinggi adalah untuk infrastruktur yaitu Rp 410 triliun. Tapi jangan salah, pembayaran utang kita lebih tinggi, yakni Rp 520 triliun. Artinya APBN kita sudah porsinya banyak sekali untuk membayar utang, ini mengkhawatirkan,” kata Hafisz usai menghadiri Seminar Nasional Kebijakan dan Koordinasi Bidang Maritim untuk Kesejahteraan Nelayan di Gedung BPK RI, Jakarta, Senin (19/3/2018).

Politikus Fraksi PAN itu melanjutkan, hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menekan utang luar negeri tersebut, yakni memperluas pembiayaan terhadap sektor produktif, bukan hanya memfokuskan terhadap infrastruktur semata.

“Saya melihat, pemerintah sudah melakukan pembangunan dari sektor produktif. Tapi kalau dikaji lebih dalam untuk produktifitasnya sampai mana, saya kira ini belum. Karena pembangunan itu bisa dikatakan produktif ketika ia bisa menambah lapangan kerja, bisa meningkatkan daya beli dan industri bisa berjalan normal dan baik,” jelasnya.

Hafisz juga mengatakan pembangunan tidak menyasar kepada sektor yang produktif, tidak bersifat membangkitkan industri, membangkitkan UKM yang bisa memberikan porsi pekerjaan untuk masyarakat.

“Selain itu, juga yang paling penting bahwa pembangunan apa pun bentuknya harus bisa menggerakkan sektor riil supaya ekonomi bisa tumbuh di atas 5 persen,” ungkapnya.

Politikus daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini juga menjelaskan pembangunan sektor produktif harus juga dipilah supaya setiap rupiah yang digelontorkan dapat mengentaskan kemiskinan, membuka lapangan kerja untuk rakyat.

“Daripada kita membangun istana pasir, lebih baik membangun ekonomi rakyat, kalau rakyat bisa belanja yakinlah serapan pajak kita lebih dari 13 persen, yang sekarang hanya 10,5 persen dari target kita 11 persen. Sedangkan IMF mengatakan porsi rasio pajak seperti negara kita harus berkisar di angkat 15-16 persen,” imbuh Hafisz.

Rasio pembayaran utang negara terhadap kemampuan pemerintah sudah mengkhawatirkan. Pasalnya, saat ini besaran Utang LN Indonesia sudah menyentuh 357,5 miliar.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News