Fakta! Dampak Sekolah 5 Hari, Siswa Madin dan Pesantren Berkurang Drastis

Fakta! Dampak Sekolah 5 Hari, Siswa Madin dan Pesantren Berkurang Drastis
Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

Ketua Rabhitah Ma'ahid Islamiyah (RMI), Abdul Ghofar Rozin menyebut laporan dan keluh kesah pengelola madrasah diniyah (madin) dan pondok pesantren masuk masuk ke meja RMI semenjak Permendikbud nomor 27 tahun 2017 diberlakukan pada Juni lalu.

Rozin, sapaan akrabnya, menyebut beberapa contoh. Di Madin Nurul Huda, Soka, Poncowarno, Kebumen Jateng. Sejak kebijakan sekolah 5 hari dikeluarkan, para siswanya sudah tidak pernah terlihat di madin lagi.

Dari laporan didapati bahwa para santrinya terlalu lelah karena pulang dari sekolah jam 17.00

Di Madin Miftahul Ulum, desa Kedungjati, Kecamatan Sempor, masih di Kebumen, para santri yang berstatus siswa SLTA tidak bisa lagi hadir karena pulang ke rumah puku 16.30. "Pengajiannya dimulai pukul 16.00, mereka sudah lelah," katanya.

Di Pondok Pesantren Darussalam Bandar Jaya Lampung, jumlah siswa menurun drastis sejak Juni. "Satu kelas habis tinggal 2 orang," katanya. Selain itu masih ada beberapa laporan dari Semarang dan Banyumas.

Rozin menjelaskan bahwa para santri yang mundur rata-rata adalah mereka yang menempuh pendidikan formal sembari menempuh pendidikan di pesantren.

Karena ada beban tambahan di sekolah, mereka memilih meninggalkan pesantren. "Ada yang pamit sendiri, ada yang dipamitkan oleh orang tuanya," katanya.

Menurut Rozin, meskipun pemerintah menetapkan bahwa permendikbud hanya akan berlaku sebagian, tapi kenyataannya, di daerah-daerah, para kepala Dinas Pendidikan maupun Kepala-Kepala sekolah sangat bersemangat untuk mewujudkannya tanpa memikirkan dampak terhadap madrasah diniyah.

Polemik seputar kebijakan sekolah lima hari atau yang popular dengan sebutan full day school, masih berlanjut.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News