Filipina Akui Keturunan Indonesia sebagai Warga Negara

Filipina Akui Keturunan Indonesia sebagai Warga Negara
Pidinsia Barahama Pareda menunggu terbitnya akta kelahiran dari pemerintah Filipina di Pulau Balut (Mick Basa/Al Jazeera)

Masalah muncul pada 2005. Saat itu pemerintah Filipina mewajibkan seluruh penduduknya punya akta kelahiran. Pareda pun kemudian mengurusnya lewat seorang pamong masyarakat seharga USD 3,9 (sekitar Rp 52 ribu).

"Saya sudah membayar lunas, tapi tidak pernah mendapatkan dokumen itu," keluhnya.

Dia pun lantas melanjutkan kehidupannya di Balut sebagai alien. Pareda mengantongi alien certificate of registration (ACR) yang diterbitkan pemerintah Filipina.

Dokumen itu memberikan hak bagi Pareda untuk tetap tinggal di Filipina. Tapi, ACR tidak gratis. Ada iuran tahunannya. Dan, tiap tahun Pareda harus memperpanjang dokumen tersebut ke Kota General Santos di Pulau Mindanao. Perjalanan ke kota tersebut menghabiskan banyak uang dan waktu.

ACR tidak membuat Pareda bisa bekerja di Filipina. Karena itu, dia dan ribuan PID lainnya bertahan dengan melakukan pekerjaan kasar di perkebunan kelapa sawit. Mereka memanen kelapa dan membuat kopra.

Ada juga yang bekerja di pesisir sebagai nelayan atau pengawet hasil laut. Pekerjaan yang penghasilannya tidak seberapa itu terpaksa mereka jalani demi menyambung hidup.

Namun, reformasi undang-undang kewarganegaraan Indonesia pada 2006 menerbitkan harapan mereka untuk menjadi warga negara Indonesia (WNI).

Sebab, Indonesia mengizinkan siapa pun warganya yang telah kehilangan kewarganegaraan untuk memperolehnya kembali.

Keturunan Indonesia di Filipina terhindar dari nasib seperti etnis Rohingya di Myanmar

Sumber Jawapos.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News