Fitofarmaka Bukan Obat Tradisional, Tenaga Medis Jangan Ragu Meresepkan kepada Pasien

Fitofarmaka Bukan Obat Tradisional, Tenaga Medis Jangan Ragu Meresepkan kepada Pasien
Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D, Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan (Resiliency) Industri Obat dan Alat Kemenkes RI saat memberikan materi dalam webinar series "Workshop Fitofarmaka Bagi Tenaga Kesehatan dan Tenaga Medis", Kamis (5/10). Foto tangkapan layar YouTube di akun Farmalkes TV

Tanpa adanya dokter yang meresepkannya di layanan primer dan lainnya maka peluang fitofarmaka yang disebut sebagai calon obat di masa depan ini juga tidak akan besar. Hal ini karena ada 190 ribu lebih dokter yang bisa membantu meresepkan ke pasien.

"Perlu strategi baru agar para dokter mantap meresepkan fitofarmaka dalam praktik. Hal ini penting karena ada 190 ribu dokter di layanan primer dan lainnya," ujarnya.

Salah satunya adalah agar produsen fitofarmaka menghasilkan produk berkualitas, yang terpercaya dan bisa mengobati problem pasien. Di sisi lain, para pasien juga rela membayar lebih besar karena percaya obat berbahan baku herbal. 

"Karena kalau bersaing langsung dengan obat yang ada di BPJS, fitofarmaka itu agak lebih mahal tapi bukan berarti tidak laku ya, sebab bisa jadi obat yang mahal itu lebih laku dari yang murah," tuturnya.

Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat UGM ini juga menekankan perlunya kemantapan para dokter meresepkan fitofarmaka. Hal ini harus dimulai sejak pendidikan dokter di kampus. 

"Termasuk apakah dosen di setiap fakultas kedokteran menguasai masalah ini (obat herbal) dan ada materi khususnya, juga perlu ada modul pengajaran obat herbal yang ada di Indonesia yang bisa dipakai bersama," ucapnya. 

Laksono berharap UU Kesehatan 2023 ini akan menjadi pemicu untuk penggunaan fitofarmaka sebagai obat. Sehingga kedepannya, fitofarmaka sebagai obat herbal dengan resep dan bukan obat tradisional akan mempercepat pemakaian di pelayanan kesehatan.

"Peran dokter meresepkan obat fitofarmaka berbasis kebutuhan pasien sangat penting karena bukan hanya bagi pasien BPJS tapi juga non-BPJS karena mereka percaya khasiatnya," terangnya.

Fitofarmaka bukan obat tradisional, sehingga tenaga medis jangan ragu lagi untuk meresepkan kepada pasiennya 

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News