Formasi Inginkan Penggabungan Batas Produksi Rokok Mesin SPM dan SKM

Formasi Inginkan Penggabungan Batas Produksi Rokok Mesin SPM dan SKM
Sejumlah buruh pabrik rokok sedang bekerja. Ilustrasi Foto: DONNY SETYAWAN/RADAR KUDUS

jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan rokok kecil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Fomasi) mendorong penggabungan batasan produksi rokok buatan mesin Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). 

Alasannya, perusahaan rokok besar asing multinasional masih memanfaatkan tarif cukai yang murah untuk merebut pasar.

"Pabrik multinasional yang punya SPM dan SKM itu harus digabung. Supaya produksi SPM dan SKM nanti jadi 3 miliar batang kan, masuknya ke golongan 1," kata  Ketua Harian Formasi Heri Susanto.

Dengan penggabungan ini, pabrikan multinasional yang total produksinya mencapai 3 miliar batang per tahun dari rokok buatan mesin SPM dan SKM, harus membayar tarif cukai golongan 1 pada masing-masing segmennya. 

"Pengabungan SKM dan SPM supaya pabrik-pabrik besar yang punya brand internasional mainnya tidak seperti sekarang, ada yang golongan satu dan ada yang golongan dua. Dengan digabung, semua pabrik besar, apalagi pabrikan asing, harus naik keatas masuk golongan 1," tegasnya.

Penggabungan batas produksi rokok buatan mesin ini juga untuk menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau, terutama akan melindungi pabrikan rokok kecil untuk bersaing langsung dengan pabrikan rokok besar asing.

“Pabrikan asing besar yang masuk ke Indonesia memanfaatkan tarif layer-layer kecil yang murah untuk merebut pasarnya. Mereka berlindung ke dalam peraturan cukai," kata dia.

Heri meneruskan tarif cukai di segmen SPM memiliki ketimpangan sosial, sehingga menekan pabrikan kecil.

Penggabungan batas produksi rokok buatan mesin ini juga untuk menciptakan aspek keadilan dalam berbisnis di industri hasil tembakau.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News