FPI Dibubarkan Pemerintah, Komunitas Sarjana Hukum Muslim Gunakan Istilah Diktator

jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) angkat bicara merespons keputusan pemerintah membubarkan dan melarang kegiatan organisasi Front Pembela Islam (FPI).
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan dalam keterangan tertulis yang diterima jpnn.com, Kamis (31/12), menyampaikan tiga pendapat hukum terkait kebijakan pemerintah itu.
"Pertama, saya mengutuk keras pembubaran Front Pembela Islam karena menyampaikan pendapat, gagasan, berserikat dan berkumpul adalah hak asasi manusia yang bersifat bawaan/fitrah," kata Chandra.
Dia mengatakan bahwa hak asasi bawaan/fitrah itu akan tetap ada atau melekat atau dilakukan manusia meski tidak ada negara sekalipun.
Oleh karena itu, tegas Chandra, hak tersebut tidak boleh dicabut oleh siapa pun termasuk negara sekalipun.
Sementara keberadaan konstitusi adalah untuk menjamin hak tersebut. Suatu negara berdiri dikarenakan rakyat sepakat, menyerahkan, mewakilkan urusannya dan kekuasaannya kepada seseorang yang dipilih.
Baca Juga:
"Inilah yang disebutkan dengan teori kontrak sosial," ucap ketua LBH Pelita Umat itu.
Kedua, KSHUMI berpendapat bahwa hak menyampaikan pendapat, gagasan, berserikat dan berkumpul tersebut boleh diambil setelah melalui proses pembuktian di pengadilan secara adil, tidak memihak dan memiliki kesempatan yang sama.
BERITA TERKAIT
- Perpres Miras Digugat, Chandra: Insyaallah Rabu Kami ke Mahkamah Agung
- Eko Yuli Irawan, Atlet Angkat Besi Pertama yang Divaksin Covid-19
- Soal Kerumunan di Maumere, Chandra Menyoroti Suvenir di Mobil Jokowi
- Chandra Kecewa terhadap Komnas HAM soal Ustaz Maaher
- Menanggapi Kepala BKN, Chandra Singgung Isu Taliban di KPK
- 5 Catatan LBH Pelita Umat soal Din Syamsuddin Dituduh Radikal, Singgung BKN