Ganjar, Puan, dan Kebodohan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Ganjar, Puan, dan Kebodohan
Rocky Gerung. Foto: dokumen JPNN.com/Aristo Setiawan

Kalau kepintaran menjadi ukuran, seharusnya orang Amerika memilih Al Gore, bukan George Bush junior, dalam pilpres 2000. Gore seorang politisi intelektual, ahli isu-isu lingkungan yang sudah menulis banyak buku. Wajahnya jauh lebih charming ketimbang Bush, tetapi ternyata orang Amerika sudah ditakdirkan untuk punya presiden seperti Bush.

Para bapak bangsa Indonesia, the founding fathers, Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir, Muhammad Natsir, HOS Tjokroaminoto, dan lain-lain, adalah tokoh politik cum intelektual kelas wahid. Referensi mereka terhadap khazanah pemikiran modern dan klasik sangat luas. Karena itu, pidato dan tulisan-tulisan mereka sangat berbobot dan mencerahkan.

Kita punya presiden cendekia seperti Gus Dur. Kita juga punya presiden genius seperti Habibie. Kita juga punya presiden jenderal-intelektual seperti SBY. Namun, kita juga pernah punya presiden seperti Pak Harto. Tidak ada seorang pun yang mau menyebut Pak Harto sebagai intelektual.

Sebuah joke politik Orde Baru menyebutnya sebagai ‘’Jabotabek’’, Jawa, bodoh, tetapi beken. Ternyata dia bisa berkuasa 32 tahun.

Kita juga harus ikhlas menerima presiden seperti Megawati Soekarnoputri, yang tidak bisa diukur kapasitas intelektualnya karena jarang bicara. Karena itu pula Fadli Zon harus menerima kenyataan sejarah punya pemimpin yang plonga-plongo.

Dan, kalau nanti pada 2024 ternyata terpilih seorang ‘’presiden bodoh’’, apa boleh buat? (*)

Video Terpopuler Hari ini:

Di mata sebagian pemilih milenial, Ganjar dianggap bodoh karena belum pernah berbicara narasi-narasi mutakhir.


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News