Gebyuran Bustaman Menjelang Ramadan, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Kiai Bustam

Gebyuran Bustaman Menjelang Ramadan, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Kiai Bustam
Warga Kampung Bustaman di Kota Semarang saling melemparkan air pada tradisi Gebyuran Bustaman untuk menyambut Ramadan. Foto: Wisnu Indra Kusuma/JPNN.com.

Ada pula kegiatan pengajian, ziarah bersama, pentas musik, dan iringan rebana di kampung padat penduduk itu.

Ratusan warga yang hendak ikut perang air melumuri wajah mereka dengan bedak terlebih dahulu. Selanjutnya, lumuran bedak itulah yang akan dibersihkan dengan tradisi gebyuran tersebut.

Gebyuran Bustaman dimulai setelah salat Asar. Suara bedug dan kentungan masjid menandai perang air dimulai.

Air yang dibungkus plastik warna-warni pun melayang dari tangan-tangan warga. Peserta Gebyuran Bustaman terdiri dari berbagai kelompok umur.

Baik anak-anak maupun orang tua saling melemparkan air hingga basah kuyup. Tradisi perang air itu baru berakhir mengelang magrib.

Sesepuh Kampung Bustaman, Hari Bustaman, mengatakan warga memaknasi tradisi gebyuran itu sebagai prosesi penyucian diri sebelum memasuki Ramadan.

“Badan basah kuyup disiram air untuk menghapus kesalahan dan dosa," kata Hari.

Keturunan Kiai Bustam itu mengatakan gebyuran tersebut sudah dilakukan sejak 1743. Tradisi itu juga untuk menghormati Kiai Bustam yang telah membuat sumur di kampung itu.

Melihat Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan, tradisi ratusan tahun warisan Kiai Bustam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News