Gebyuran Bustaman Menjelang Ramadan, Tradisi Ratusan Tahun Warisan Kiai Bustam

"Sampai sekarang sumur itu masih dimanfaatkan warga. Sumur itu sudah berumur 279 tahun lebih," tutur Hari.
Menurut Hari, awalnya tradisi Gebyuran Bustaman menggunakan air dari sumur dan sungai. Dahulu warga menggunakan gayung untuk saling menggebyur.
Namun, seiring berjalannya waktu, kini warga menggunakan air yang dibungkus plastik. "Meski sedikit berubah, itu tidak merubah makna," kata Hari.
Warga setempat pun mengikuti Gebyuran Bustaman dengan sukacita. Peserta Gebyuran Bustaman tampak senang meski pakaian mereka basah kuyup.
"Kami senang, tidak ada yang marah saat terkena lemparan air," tutur Endang, warga yang mengikuti Gebyuran Bustaman. Pakaiannya sudah basah sekali.
Menurut Endang, warga Kampung Bustaman selalu menantikan tradisi gebyuran itu. Menurutnya, menyambut Ramadan tak akan lengkap tanpa Gebyuran Bustaman.
"Gebyuran ini sudah ditunggu di kampung ini, kalau sudah gebyuran kesalahan dan dosa luntur," ujar perempuan paruh baya tersebut.
Dari tahun ke tahun, Gebyuran Bustaman makin meriah. Sejak 2013, warga Kampung Bustaman menggandeng menggandeng komunitas seni dan budaya Kolektif Hysteria.
Melihat Gebyuran Bustaman menjelang Ramadan, tradisi ratusan tahun warisan Kiai Bustam.
- Prediksi BI, Ritel Tumbuh 8,3% saat Ramadan & Idulfitri
- Pengguna MyPertamina Meningkat Pada Periode Satgas Ramadan dan Idulfitri 2025
- Cerita Bahagia Artis Ira Siedhranata Pulang ke Tanah Kelahiran, Tebar Kebaikan di Ramadan
- Pemprov DKI Sebut Omzet Pedagang UMKM Naik Saat Ramadan, Turun Ketika Lebaran
- Pemudik Diimbau Pulang Lebih Awal Hindari Puncak Arus Balik, Manfaatkan Diskon Tol
- Lonjakan Kendaraan di GT Kalikangkung Saat Arus Balik Lebaran Capai 158 Persen