Gubernur Sumbar Dinilai Tak Peduli Suara Perantau

Gubernur Sumbar Dinilai Tak Peduli Suara Perantau
Gubernur Sumbar Dinilai Tak Peduli Suara Perantau
"Padahal sumber pembiayaan gedung sebesar Rp130 miliar itu berasal dari masyarakat Sumbar. Tapi disaat gedung megah itu berdiri ada sesuatu yang hilang dari tradisi perantau Minang di Jabodetabek, yakni jalan Matraman Raya 19 bukan lagi tempat berkumpul perantau Minang di Jabodetabek untuk bertukar informasi mengenai kampung halaman dan ikatan-ikatan keluarga Minang di Jabodetabek," ungkap Rahmat Hidayat.

Ditegaskan Rahmat, digusurnya fungsi-fungsi sosial budaya di jalan Matraman Raya 19 juga menunjukkan bahwa secara kelembagaan Pemerintahan Daerah Sumatera Barat di bawah kepemimpinan seorang politikus minim wawasan budaya nasional yang terdiri dari puncak-puncak sosial budaya lokal.

"Sikap yang sama juga diperlihatkan oleh kelembagaan DPRD Sumbar selaku pemegang hak budget yang tidak berkomitmen terhadap pemberdayaan sejumlah institusi kesenian dan kebudayaan di Ranah Minang. Kita bisa bayangkan apa yang dapat diperbuat oleh Dewan Kesenian Sumbar kalau setiap tahunnya hanya dijatah dalam APBD sebesar Rp50 juta. Perlakuan yang tidak adil itu konon juga diterima oleh LKAAM unit-unit pemerhati senibudaya lainnya," kata dia.

Dijelaskannya, era kepemimpinan Harun Zain, Azwar Anas, Hasan Basri Durin, Zainal Bakar dan Gamawan Fauzi masalah seni budaya sebagai kekayaan etnis Minang masih mendapat porsi yang berkeadilan. "Tapi begitu semua kebijakan diproses oleh orang-orang berbasis politik maka seni budaya tergusur dan kesepian," katanya.

JAKARTA - Direktur eksekutif Pusat Kajian Informasi Strategis (Pakis) Rahmat Hidayat mengingatkan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Irwan Prayitno

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News