Gugatan Dikabulkan, Langsung Bersujud di Depan Hakim

Gugatan Dikabulkan, Langsung Bersujud di Depan Hakim
KEADILAN - Kristiono dan putrinya, Indah Kusuma Ningrum, di rumah mereka di kawasan Depok Maharaja, Jawa Barat, Minggu (29/11) kemarin. Foto: Fedrik Tarigan/Indo Pos.
Saat diminta menceritakan awal gugatannya terhadap pemerintah, pria berusia 50 tahun itu langsung teringat kembali momen kelabu 19 Juni 2006. Kala itu pemerintah telah mengumumkan hasil Unas. Putrinya, Indah Kusuma Ningrum, adalah satu dari delapan siswa yang tidak lulus Unas di Perkumpulan Sekolah Kristen Djakarta (PSKD) 7 Depok. Itu gara-gara nilai salah satu nilai mata pelajarannya 4. Padahal, pada dua mata pelajaran lain dia berhasil mendapat nilai 8.

"Tidak lulus karena ada nilai 4 itu. Saat itu nilai minimal Unas 4,26. Hanya terpaut 0,26. Apa yang saya perjuangkan tiga tahun tidak sia-sia," tutur Indah mendampingi ayahnya, Kristiono. Padahal, kata Indah, banyak siswa lain yang rata-rata mendapat nilai 5, tapi berhasil lulus. "Karena di atas nilai minimal 4,26 tadi. Nggak peduli nilainya 5 semua untuk tiga mata pelajaran. Ini jelas tidak adil," ungkapnya.

Waktu itu juga tidak ada ujian ulang. Menurut dia, banyak siswa berprestasi yang tidak lulus pada tahun itu. Rasa sedih dan kecewa tak terelakkan. Maklum, Indah bukan siswa biasa di sekolah itu. Dia tak pernah lepas dari peringkat 10 besar di sekolahnya.

Selain itu, Indah sudah bermimpi bisa melanjutkan studi D-3 Jurusan Manajemen di Universitas Indonesia (UI). Bahkan, jauh sebelum Unas diumumkan, dia sudah membeli formulir pendaftaran. Seleksi masuk perguruan tinggi negeri (PTN) sudah disiapkan. Rasanya, bagi Indah, semua kandas di tengah jalan hanya karena ujian selama 3x2 jam itu. Semua prestasi yang dia torehkan selama tiga tahun menguap.

Sudah tiga tahun ini Kristiono menggugat unas. Sebab, putrinya, Indah Kusuma Ningrum, tak lulus SMA karena nilai salah satu mata pelajarannya jeblok.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News