Gus Amik

Oleh Dahlan Iskan

Gus Amik
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Kami pun bisa sabar menunggu sampai salah seorang dari dua anaknya itu siap menjadi kiai.

Sebenarnya menjadi kiai di PSM di zaman ini tidak lagi sesulit dulu. Tidak lagi harus merangkap sebagai mursyid Tarekat Syatariyah.

Kami sepakat mursyid terakhir Syatariyah ialah yang dibunuh PKI itu. Ia tidak pernah mewasilahkan kemursyidannya kepada siapa pun.

Kiai PSM sekarang lebih banyak mengurusi birokrasi pendidikan. Amalan-amalan mujahadah ala Syatariyah bisa dilakukan bersama. Dengan imam yang digilir. Di antara yang senior.

Gus Amik sendiri lebih banyak mewarisi sisi politik ayahnya. Sang ayah termasuk gelombang pertama kiai yang masuk Golkar. Sampai menjadi anggota DPR. Sampai menjadi ketua DPP Golkar

Gus Amik juga aktif di Golkar. Tingkat daerah. Sampai menjadi anggota DPRD Jatim dan kemudian menjadi bupati Magetan. Ia maju lagi, tapi kalah.

Gus Amik –Ir KH Miratul Mukminin– sebenarnya tahu persis bahwa ia punya komorbiditas. Bahkan, tidak hanya satu: darah tinggi, liver, ginjal.

Bapak-ibunya juga meninggal karena liver. Ia juga sudah merasa suatu saat akan meninggal karena liver.

Saya berduka lagi. Kali ini karena Covid-19. Korbannya kakak sepupu saya: Gus Amik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News