Haji

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Haji
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Foto: Ricardo/JPNN.com

Gelar haji akan menjadi semacam garansi bahwa penyandangnya adalah manusia salih nan religius, dan punya posisi terpandang dalam struktur sosial masyarakat.

Karena itu, nama presiden RI sering ditulis lengkap dengan gelar H. Joko Widodo.

Penempelan gelar itu penting, terutama ketika ada hajatan-hajatan hari nasional keagamaan, seperti Idulfitri, Maulid Nabi, Isra Mikraj, Nuzululquran, dan even-even Islam lainnya.

Pada hajatan-hajatan itu rasanya kurang afdol kalau gelar haji presiden tidak dicantumkan.

Salah satu kebanggaan bagi para haji adalah ketika mereka mendapatkan nama baru sepulang dari haji.

Biasanya, nama-nama yang "kurang islami" lantas diganti dengan nama yang lebih islami.

Namun, jangan keliru. Ada nama-nama haji yang tidak didapat dari otoritas resmi pemerintah Arab Saudi, melainkan julukan sosial dari masyarakat yang bersifat joke atau candaan.

Nama Haji Abidin, misalnya, sudah kondang untuk menyebut haji yang dibiayai kantor, karena "abidin" adalah akronim dari "atas biaya dinas".

Kalau benar penundaan ini karena uang haji dipakai untuk biaya pembangunan infrastruktur, maka muncullah sebutan Haji Maskur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News