Hak Pilih TNI 2019

Lemhanas: Masih Harus Netral untuk Kawal Regenerasi 2014

Hak Pilih TNI 2019
Hak Pilih TNI 2019
Sementara itu, LSM pemerhati hak asasi manusia Imparsial menilai, TNI saat ini belum siap mendapatkan kembali hak politiknya. Sebab, reformasi militer yang diharapkan terjadi di tubuh TNI belum selesai. "Belum ada kepastian revisi tentang UU 31 Tahun 1997 (tentang peradilan meliter). Tanpa itu, sebaiknya hak pilih TNI tidak diberikan," kata Al Araf, direktur Program Imparsial, dalam keterangan pers di Jakarta kemarin (22/6).

Menurut Araf, hak pilih adalah hak konstitusional. Namun, dalam konteks TNI, DPR dan pemerintah harus melihat secara utuh. Dengan sejarah masa lalunya, tidak cukup pada pemenuhan hak, TNI juga harus tunduk kepada sistem peradilan umum. Sebab, pemilu merupakan ranah publik yang tidak bisa dibeda-bedakan antara sipil dan militer. "Harus ada reformasi militer. Jika ada kekerasan pemilu (oleh TNI), mereka harus tunduk kepada peradilan umum, bukan (peradilan) militer," kata Araf.

Menurut Araf, hal itu penting. Sebab, peradilan militer acapkali dilakukan secara tertutup. Penyelesaian secara hukum terkadang tidak dilakukan transparan. Menurut Araf, perubahan UU peradilan militer harus menegaskan tunduknya TNI kepada peradilan umum jika terdapat ranah pidana di luar fungsi yang mereka jalankan. "Mana posisi TNI sebagai prajurit, mana posisi TNI sebagai warga biasa, ini harus dibedakan," jelasnya.

Selain reformasi UU peradilan militer, TNI harus menjamin independensi mereka dalam memilih. Sistem TNI selama ini bersifat komando. Hal itu membuat kebebasan memilih di tubuh TNI diragukan. "Harus dipastikan ada sanksi jika diketahui ada atasan yang memerintah bawahan memilih salah satu parpol atau pasangan," tegasnya.

JAKARTA - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Muladi berpendapat, hak pilih untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) diberikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News