Hakim MK Kutip Ungkapan Klasik di Dunia Jurnalistik

Hakim MK Kutip Ungkapan Klasik di Dunia Jurnalistik
Majelis Hakim MK saat memimpin sidang putusan Sengketa Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6). Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Dalil kecurangan terstruktur sistematis dan masif terkait pembatasan kebebasan media dan pers atau akses media tidak berimbang antara paslon Joko Widodo – KH Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, dimentahkan Mahkamah Konstitusi dalam sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019, Kamis (27/7).

Hakim MK sempat mengutip ungkapan klasik jurnalistik. “Lembaga pers dan lembaga penyiaran memiliki kebijakan tersendiri yang tidak boleh didikte oleh siapa pun. Ada ungkapan klasik di dunia jurnalistik 'faktanya mungkin sama, tetapi yang membedakan penafisran fakta itu'," ujar Wakil Hakim MK Aswanto dalam persidangan.

Pihak terkait sudah membantah dalil pemohon. Pihak terkait, kata Aswanto, menyatakan bahwa media mainstream bukan milik pemerintah. Media berbentuk korporasi yang dimiliki swasta, serta tidak terhubung atau terkait dengan pemerintah. Kebebasan pers diawasi Dewan Pers, sehingga kalau pemohon menuduh media tidak independen maka secara hukum mengadu ke lembaga tersebut.

BACA JUGA: Jika Benar Pak BG dan Bu Mega Dekat, Itu Bukan Berarti..

Sementara itu, kata Aswanto, Bawaslu menyampaikan seluruh jajarannya tidak pernah menerima laporan soal pembatasan akses pers dan lembaga penyiaran yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon.

Aswanto mengatakan, mahkamah mempertimbangkan dalil permohonan berkaitan prinsip kebebasan pers dan media. Menurut MK, tidak ada seorang pun bisa mengintervensi kebebasan pers, kecuali UU dalam hal ini UU Pers dan UU Penyiaran, serta aturan yang terkait dengannya. 

Mendalilkan pelanggaran TSM berdasar argumentasi yang bertolak dari cara penilaian terhadap lembaga pers atau penyiaran menyajikan kerja jurnliatsik, yang diangap merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak lain, mungkin menarik sebagai objek kajian komunikasi politik.

"Namun, tidak sebagai sebagai bukti hukum yang menuntut kesesuaian kausalitas antara penyebab dan akibat senyatanya terjadi. Dalam hal ini akibat dimaksud adalah perolehan suara paslon 01 dan paslon 02. Oleh karena itu mahkamah berpendapat dalil pemohon a quo tidak berasalan menurut hukum.” (boy/jpnn)


Hakim MK menegaskan lagi, tidak ada seorang pun bisa mengintervensi kebebasan pers, kecuali UU dalam hal ini UU Pers dan UU Penyiaran.


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News