Hal yang Perlu Anda Tahu soal Polemik Jiwasraya

Hal yang Perlu Anda Tahu soal Polemik Jiwasraya
Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko. Foto dok humas

Ia menambahkan total penerimaan premi dari produk ini mencapai 75 persen dari total premi yang diterima. Jadi perusahaan berjalan pada konsentrasi risiko yang tinggi tergantung kinerja dari satu produk. 

Sejak 2015 perusahaan tidak pernah dapat margin positif dari bisnis ini. Menurut dia, premi hanya dikumpulkan untuk gali lubang tutup lubang agar mampu bertahan. Jadi, tegas dia, secara bisnis model ini tidak menjanjikan sama sekali. "Per September 2019,  kami punya 5,5 juta pemegang polis. Yang saving plan kami punya 17.403 tetapi merepresentasikan angka yang sangat tinggi dalam utang kami," katanya. 

Dia mengatakan saving plan ini masa asuransinya lima tahun, tetapi masa investasinya satu tahun. Artinya setiap tahun jatuh tempo, dan harus dibayar kecuali kalau nasabah minta diperpanjang.  "Jadi, meski sudah jatuh tempo satu tahun, masa proteksi asuransi terhadap kecelakaan itu sampai tahun kelima. Kalau terjadi risiko di masa investasi langsung dibayarkan sesuai nilai asuransinya," ujarnya. 

Kerja sama bancassurance Jiwasraya ini memakai pola distribusi. Produk dijual melalui kanal bank kemudian memakai tenaga pemasar bank. Perusahaan membayar fee based income (pendapatan operasional bank dari nonbunga, red) kepada bank lewat perjanjian distributor dengan perbankan. "Jadi, dijual melalui sembilan bank. Dua bank pemerintah, dua BPD, dan lainnya bank asing atau swasta nasional. Delayed payment Rp 11 triliun," katanya. 

Kasus gagal bayar Jiwasraya ini tengah disidik Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah sebelumnya diproses oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyebut ada indikasi kerugian negara dari investasi yang melibatkan grup-grup tertentu, melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik dari tahun 2018 sampai 2019.  Akibat dari transaksi keuangan tersebut, hingga Agustus 2019 Jiwasraya menanggung potensi kerugian negara Rp 13,7 triliun.

"Potensi kerugian muncul karena tindakan yang melanggar prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi JS Saving Plan," kata Burhanuddin, Rabu 18 Desember 2019.

Orang nomor satu di Korps Adhyaksa yang karib disapa Pak Bur itu menuturkan JS Saving Plan telah mengalami gagal bayar terhadap klaim yang telah jatuh tempo. Menurutnya, hal itu juga terprediksi oleh BPK sebagaimana tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan tujuan tertentu atas pengelolaan bisnis asuransi, investasi, pendapatan dan biaya operasional tahun 2014 hingga 2015.

Menurutnya, indikasi kerugian itu terlihat pada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi Jiwasraya, yang telah banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi, untuk mengejar keuntungan tinggi. Adapun invetasi yang dimaksud adalah penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp 5,7 triliun dari aset finansial.

Komisi VI DPR meminta aparat penegak hukum mencegah direksi perusahaan Jiwasraya periode 2013-2018.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News