Hana Tetap Sekolah, Pilih Tidak Menikah

Hana Tetap Sekolah, Pilih Tidak Menikah
Hana (tengah) bersama Akiko (kiri) dan Kanae. Ketiganya mewarisi tradisi Negeri Sakura. Foto: HENNY GALLA/JAWA POS
SEJAK pendudukan AS terhadap Jepang, Geisha menjadi berkonotasi negatif. Meski begitu, di tengah modernitas yang mengepung, Geisha muncul sebagai simbol seni tradisional Jepang yang elok. Berikut catatan wartawan Jawa Pos HENNY GALLA yang baru dari Negeri Sakura itu.

Dalam balutan kimono merah, Hana menari di atas panggung kayu dengan gemulai. Ia memutar tubuhnya yang ramping, tanpa berpindah barang sejengkal dari tempatnya berdiri. Dan "crak!", ia kepakkan dengan keras kipas kertas di genggaman jemarinya.

Wajah putihnya pun tertutup separo. Perlahan, ia membuka lebar tangannya. Sorot matanya lurus, tanpa gurat senyum, meski ia menyadari tengah tenggelam dalam alunan lembut petikan shamisen (gitar tradisional Jepang).      

Malam itu bukanlah pertama kalinya gadis 19 tahun itu tampil. Sudah lebih dari tiga tahun ia mendapat tugas menyambut para tamu di Meguro Gajoen, gedung resepsi perkawinan yang menyatu dengan hotel dan tempat hiburan keluarga. Gedung itu dibangun pada 1935.

SEJAK pendudukan AS terhadap Jepang, Geisha menjadi berkonotasi negatif. Meski begitu, di tengah modernitas yang mengepung, Geisha muncul sebagai

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News