Hari Maritim: Beribu Maaf, Sriwijaya Bukan Nama Kerajaan

Hari Maritim: Beribu Maaf, Sriwijaya Bukan Nama Kerajaan
Wenri Wanhar, di tengah samudra. Foto: Instagram

Kami haturkan sirih sekapur. Lengkap sarato pinang. Dengan menautkan sembah jari nan sepuluh, ampun beribu ampun. Membentang warih nan bajawek, pusako dari niniak turun ka mamak, mamak turun ka kamanakan, perkenankan kami bercerita.

Saudara…

Kabar dari masa lampau yang kita ketengahkan ini, semangatnya jauh dari merasa bahwa peradaban kita-lah yang paling tua. Apalagi menganggap paling hebat. Bukan! Bukan itu.

Karena kita tahu dunia ini milik bersama, maka kita tidak sedang menggadang-gadang neo-primordialisme. Tidak pula membangun sentimen rasisme.

Kita hanya bercerita apa adanya. Tak penting menganggap cerita kita inilah yang paling benar. Cerita ini cuma seganggam daun kebenaran, di antara rimbunnya dedauan di hutan.

Nah, karena hari ini tumbuh dari masa lalu. Sepanjang yang berhasil dijangkau, lebih kurang, inilah masa lalu kita…

Alangkah bersemangatnya para penemu teori Kerajaan Sriwijaya.

Mereka menafsir kata “sribuza”, “sriboga”, “cha-li-fo-cha”,“shih-li-fo-shih”, “san fo tsi” yang bersebut dalam berita Arab dan berita Cina pada awal masehi menjadi “sriwijaya”.

Sejarawan Wenri Wanhar punya kisah tentang Sriwijaya, yang sedikit banyaknya akan dibahas dalam musyawarah di kedaton Candi Muara Jambi siang ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News