HBA Naik, PLN Tanggung Beban Tambahan Rp 14 Triliun

HBA Naik, PLN Tanggung Beban Tambahan Rp 14 Triliun
Gardu Listrik. Ilustrasi. Foto dok JPG/JPNN.com

 ’’Ya itu sebenarnya menurut PLN reasonable begitu saja. Jadi, penambang masih hidup, kami juga sustain,” tutur Iwan.

Dia menjelaskan, selama ini tarif listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) relatif lebih murah daripada bahan bakar lainnya, yakni sekitar Rp 650 per kWh.

’’BBM hitung saja, ya. Kalau satu liter, misalnya, harganya Rp 6.450, satu liter jadi empat kWh. Jadi, kira-kira Rp 1.600-an. Itu baru energinya,” jelas Iwan.

Di sisi lain, penerapan DMO yang lebih rendah bisa berakibat pada tergerusnya penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor minerba.

”Pajak juga kan dari PPh. Royalti juga dari harga. Jadi, so far sih kami mencoba sebisanya memenuhi harapan-harapan pemerintah, termasuk yang hari ini (kemarin, Red) dibicarakan Pak Menteri,” ujar Direktur Utama PT Adaro Energy Garibaldi Thohir.

Dia menjelaskan, kontribusi perusahaan tambang terhadap negara cukup besar.

Yang berbentuk pajak sebesar 45 persen dan royalti kepada pemerintah 13,5 persen.

Meski begitu, pihaknya tidak akan memberatkan PLN dalam menentukan harga batu bara.

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus menanggung beban tambahan sebesar Rp 14 triliun pada 2017 seiring kenaikan harga batu bara acuan (HBA).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News