Hilangkan Ongkos Politik Demi Pemimpin yang Bermutu!
Dia mengatakan kadang banyak orang menyebut ongkos politik sebagai konsekuensi demokrasi.
Hal ini keliru, jika ongkos politik digunakan tidak sesuai aturan pesta demokrasi.
Apalagi pengertian ongkos politik sepertinya sudah merembes ke ranah lubang hitam politik, sehingga banyak orang mulai menyepakati ongkos politik sebagai syarat bertarung pada pemilu.
"Betul jika ada ongkos politik dalam perhelatan pemilu atau pilkada, tetapi ongkos politik itu hanya untuk keperluan biaya resmi politik."
"Jadi, politik jangan diseret ke ranah tidak resmi karena akan mengganggu bentuk keterwakilan politik," ucap Guru Besar Bidang Sosial dan Politik ULM itu.
Ironisnya, kata dia, keterwakilan politik akan bergeser dari keterwakilan aspirasi menjadi keterwakilan uang jika ongkos politik digunakan sebagai sarana merayu pemilih.
Akhirnya pemilih menjadi tidak berdaulat atas calonnya karena sudah terselesaikan aspirasinya ke dalam bentuk transaksi uang.
"Hal ini tentu akan luar biasa mengganggu bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat. Program yang dijalankan tidak lagi aspirasi masyarakat, namun cenderung hanya menguntungkan calon sebagai konsekuensi dari ongkos politik tidak resmi," paparnya.
Pengamat politik menilai penting menghilangkan ongkos politik demi melahirkan pemimpin yang bermutu.
- Terinspirasi Tri Sakti Bung Karno, M2 Siap Maju Pilkada Kota Bekasi
- Teken NPHD Pengamanan Pilkada 2024, Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Berpesan Begini
- Ketua MPR Ajak Kader FKPPI DKI Jaya Sukseskan Pilkada Serentak 2024
- Pilkada Harus Jadi Momentum Golkar Menjaring Tokoh Karismatik untuk Kepemimpinan Nasional
- 4 Bakal Calon Gubernur NTB Ini Mendaftar Lewat Demokrat
- Pj Gubernur Agus Fatoni Launching Pilgub Sumsel 2024, Simak Pesan dan Harapannya