Honor Belum Dibayar, Guru Akidah Rela Nyambi Ngojek Hingga Kuli Angkut Padi

Honor Belum Dibayar, Guru Akidah Rela Nyambi Ngojek Hingga Kuli Angkut Padi
Ilustrasi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - TITO Taqiyudin (35), guru honor di MTs/MA Darul Ikhlas, Desa Caracas, Kecamatan Kalijati, Subang harus kerja sambilan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hingga akhir Desember 2015 ini, sudah genap satu tahun Tito dan ribuan guru honorer madrasah di Kabupaten Subang tidak menerima honor. Tidak ada kepastian dana yang hanya Rp1,5 juta per guru itu dicairkan. 

Akibatnya, mereka hanya menerima honor mengajar Rp300.000-500.000 dalam satu bulan. Tito sendiri sudah mengajar sejak tahun 2005. Dia diangkat menjadi guru honorer pada tahun 2010.

“Sampai Desember ini sudah genap satu tahun honor tidak dibayar. Saya berani menyatakan ini mewakili yang lain. Mungkin yang lain (guru) tidak berani. Kalau harus demo kami pun malu terus-terusan demo,” ujarnya dengan suara bergetar kepada wartawan Pasundan Ekspres beberapa hari yang lalu.

Tito kini hanya mengandalkan bayaran dari pihak Yayasan Darul Ikhlas. Itu pun hanya sekitar Rp300.000. Tidak menentu. “Itu pun kalau dana BOS cair,” katanya.

Jelas sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pulang mengajar, ia pun bekerja serabutan. Apa saja ia kerjakan. Dari mulai ngojek, kuli angkut padi dan bangunan. “Apa saja dikerjakan, disuruh apa saja yang penting halal. Sudah tidak memikirkan rasa malu. Habis mau bagaimana lagi,” tutur Tito.

Terkadang, Tito pun terlintas untuk memilih profesi lain. Tapi lagi-lagi, rasa cintanya terhadap dunia pendidikan membuatnya selalu mengurungkan niat itu. Ia dibesarkan dalam keluarga guru. Hingga kini Tito tetap yakin, pilihannya menjadi seorang guru adalah jalan terbaik. Di depan anak didiknya ia selalu menyembunyikan keluh kesahnya itu.  

“Saya selalu meyakinkan anak dan istri untuk bersabar. Nanti juga (honor) bakal cair. Saya bilang begitu. Tapi nyatanya ini sudah satu tahun. Kami hanya ingin jelas, kapan honor dicairkan. Apakah mau tiap bulan, tiga bulan, enam bulan atau kapan? Kami butuh kejelasan,” tutur guru Aqidah Akhlak itu.

TITO Taqiyudin (35), guru honor di MTs/MA Darul Ikhlas, Desa Caracas, Kecamatan Kalijati, Subang harus kerja sambilan demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News