Ilhan Omar, Rasmus Paludan, dan Borok Demokrasi Barat

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Ilhan Omar, Rasmus Paludan, dan Borok Demokrasi Barat
Politikus sayap kanan Swedia Rasmus Paludan membakar Al-Qur'an sebagai bentuk protes dan ungkapan kebebasan bereskpresi. Foto: REUTERS

jpnn.com - Ada dua kejadian di panggung politik internasional yang menunjukkan Eropa dan Amerika bersikap diskriminatif terhadap Islam.

Kejadian pertama ialah  pembakaran kitab suci Al-Qur'an oleh politkus sayap kanan Swedia Rasmus Paludan. Satu kejadian lagi ialah pencopotan Ilham Omar dari Komite Urusan Luar Negeri Kongres Amerika.

Dua peristiwa itu terjadi berurutan. Pembakaran Al-Qur'an oleh Paludan menjadi insiden internasional yang memantik reaksi keras dari berbagai negara Islam.

Baca Juga:

Paludan membakar kitab suci umat Islam itu sebagai protes terhadap sikap pemerintah Turki yang tidak menyetujui Swedia bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO).

Pemecatan terhadap Ilhan Omar dilakukan karena sikapnya yang kritis terhadap kebijakan Amerika Serikat di Israel. Seperti biasa, seseorang yang mengkritisi kejahatan Israel terhadap warga Palestina di wilayah pendudukan akan dituduh sebagai anti-Yahudi dan antisemitisme.

Di Amerika, seseorang yang dituduh sebagai penganut antisemitisme dianggap tidak bersih lingkungan, sama dengan yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru ketika seseorang dituduh sebagai simpatisan PKI.

Baca Juga:

Omar adalah wanita muslim pertama yang terpilih sebagai anggota Kongres. Ia imigran keturunan Somalia yang ikut orang tuanya beremigrasi ke Amerika ketika berusia 7 tahun.

Omar terpilih sebagai anggota Kongres pada usia 34 tahun. Bersama Omar ada satu lagi wanita muslimah yang terpilih sebagai anggota Kongres, yaitu Rashida Tlaib dari daerah pemilihan Michigan.

Ada dua kejadian di panggung politik internasional yang menunjukkan Eropa dan Amerika bersikap diskriminatif terhadap Islam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News