Imbalan Melapor Korupsi Buka Peluang Aktivis jadi Pemeras
jpnn.com, JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menolak pemberian dana imbalan hingga Rp 200 juta kepada pelapor kasus rasuah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018.
PP itu mengatur tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
"MAKI menolak PP tersebut," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Rabu (10/10).
Boyamin mendesak pemerintah mencabut PP tersebut. Alasannya, kondisi keuangan negara masih defisit. Selain itu, hal tersebut juga menjadi beban berat untuk sebuah negara berkembang.
Negara masih membutuhkan biaya untuk pembangunan yang lebih penting. "Ditambah dolar makin naik sehingga penerbitan PP tersebut belum pas waktunya karena akan menambah beban keuangan negara," ungkap Boyamin.
Dia menambahkan aktivis antikorupsi bersifat relawan, sehingga pemberian imbalan tersebut akan menurunkan daya juang.
Di sisi lain imbalan tersebut akan memberikan peluang oknum aktivis menjadi pemeras (blackmail). "Karena adanya rangsangan imbalan sebagaimana terjadi dalam cerita film koboi," katanya.
Boyamin menjelaskan Pasal 165 KUHP menegaskan setiap warga negara untuk berkewajiban untuk melaporkan setiap kejahatan yang diketahuinya.
Setiap warga negara berkewajiban untuk melaporkan setiap kejahatan yang diketahuinya tanpa harus dapat imbalan seperti yang diatur di PP Nomor 43 Tahun 2018.
- Boyamin Gojek
- MAKI Puas Korupsi Timah Diusut Kejagung 'On the Track'
- Korupsi Timah Terbongkar, MAKI Desak Kejagung Segera Tangkap RBS
- Langkah Kejagung Mengusut Dugaan Korupsi Timah Dinilai Sudah 'On the Track'
- MAKI Minta Polri Tegas di Kasus Pemerasan oleh Firli Bahuri
- MAKI Dukung Penerapan Pasal Perintangan Penyidikan dalam Kasus Korupsi Tata Niaga Timah